Ad (728x90)

Kamis, 03 Desember 2009

PEMUDA

PEMUDA SEBAGAI AGENT OF CHANGES
Oleh : Rofiq Abidin

(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS. Al Kahfi : 10)

Perubahan berjalan secara dinamis menerobos setiap sudut kehidupan, seiring dengan derasnya arus informasi dari waktu ke waktu yang selalu mengilhami pola pikir kita untuk selalu berpikir lebih maju, terbuka dan realistis. Bagaimanakah seharusnya muslim menyikapi perubahan? Diam sambil menatap kosong atau ikut berpikir, menyingsingkan lengan baju dan bergerak maju menembus tembok-tembok kebuntuan, karena jika kita hanya terpaku, maka kita akan tergilas dengan perubahan itu sendiri, namun tentu saja dengan tetap memegang prinsip Ilahiyah sebagai frame of reference (rujukan utama) dalam bertindak dan melangkah. Dengan menebar rahmatNya (kasih sayang Allah) maka perubahan akan berjalan secara indah, suara-suara perubahan yang dilabuhkan dengan penuh kasih sayang akan dapat diterima dengan lapang dada karena bersemayamnya nilai-nilai kasih sayang demi meraih petunjuknya/ solusi terbaik.

Peran Pemuda
Mustafa Gayalani pernah mengungkapkan bahwa “ditanganmulah pemuda terletak urusan umat/ bangsa, dikakimulah penentu hidup dan kejayaan bangsa”. Dalam diri pemuda terkumpul semangat yang dibutuhkan umat untuk bangkit menata pilar-pilar kemajuan. Dalam sejarahpun pemuda banyak mengawali perubahan suatu bangsa, ada Kisah Ibrahim sang mujadid (pembaharu) yang begitu berani menyampaikan perubahan baik dalam urusan ketauhidan maupun sosial atau ashabul kahfi yang masing-masing begitu sigap menerima kebenaran.
Ada tiga peran pemuda sebagai agen perubahan :
a. Sebagai generasi “penerus”
Nilai-nilai luhur yang telah tertanam dalam masyarakat tidak akan hilang manakala ada yang meneruskan dan mengamalkannya, pemuda sebagai generasi peneruslah yang harus melestarikan nilai-nilai luhur tersebut. Kepekaan generasi senior telahpun dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim AS dengan mendidik Ismail yang memiliki kesabaran luar biasa, Kisah Nabi Khidir yang dengan sangat tegas mendidik Musa AS sehingga mendapat gelar istimewa dari Allah sebagai “ulul azmi”, Muhammad SAW pun begitu gigih mendidik dan mempersiapkan generasi penerusnya, sebut saja Ali Ibnu Abi Thalib sang gerbang ilmu dan para sahabatnya yang memiliki loyalitas dan kualitas serta semangat membara membangun peradaban Madinah Al Munawaroh sebagai starting point/ titik awal kebangkitan peradaban Islam. Allah menghendaki agar kita mempersiapkan generasi penerus yang berani menyeru kebaikan demi perubahan ke arah yang lebih baik, ini bisa kita cermati secara implisit dalam firman Allah surat Ath Thur ayat 21 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dalam suatu kepemimpinan terkadang kita jumpai ketidak-hanifan/ ketidaklurusan dalam berfikir, bertindak maupun mengambil keputusan. Maka sensibility (kepekaan) pemuda yang memiliki keteguhan dalam memegang ideologi dan intelektual yang masih fresh dapat memberi warna tersendiri yang harus dihormati dan diberikan kesempatan untuk menegakkan “amar makruf nahi munkar” sebagaimana kehendak Allah SWT.

b. Sebagai generasi “pengganti”
Sebuah perubahan baik diberi kesempatan atau tidak, akan terus bergulir, seiring dengan sunnatullah/hukum alam. Kita diam ataupun mempersiapkan adalah cerminan masa depan. Seperti apa kondisi generasi muslim pengganti kita peranan sangat tergantung pada persiapan, yaitu sinergi positif antara yang mempersiapkan dan yang disiapkan. Maka mari kita sadari bahwa apa-apa yang kita capai adalah gambaran persiapan generasi sebelumnya dan optimalisasi amaliyah kita sendiri. Tak ada salahnya kita mempersiapkan pengganti yang lebih baik dari kita, lebih bijak, lebih cerdas, lebih berani membela kebenaran, lebih santun, lebih loyal, hematnya lebih berkualitas demi masa depan bersama sebagaimana dipesankan Allah dalam QS Al Maidah: 54 yang menghendaki generasi pengganti yang lebih baik dari sebelumnya dan lebih mencintaiNya.

c. Sebagai generasi “pembaharu”
Mencegah kerusakan lebih utama daripada mencari keuntungan, adalah suatu kaidah yang selalu memberikan inspirasi perubahan. Siapa saja memiliki hak yang sama untuk mengubah suatu keadaan, baik secara individu maupun kolektif, terutama para pemuda idealis dan memiliki semangat serta kecerdasan. Mereka wajib memulainya jika tidak menginginkan kerusakan lebih jauh. Islam merupakan sebuah ideologi yang memberikan energi besar bagi perubahan, hal ini sangat memungkinkan karena Islam merupakan ajaran yang syumul/universal yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Misi universal akan mudah diterima oleh siapa saja yang menginginkan perubahan, dan ruh Islam inilah yang mesti dimiliki pemuda muslim. Kata kuncinya adalah pemuda dan Islam, pemuda yang memiliki ruh Islam yang universal sehingga dapat menyuarakan perubahan yang lebih baik, tampilan Islam yang segar, gagah berani dan tegas. Jiwa pembaharu ini telah ada dalam diri Ibrahim AS yang dengan santun namun tegas mengutarakan kepada bapaknya bahwa ia telah mendapatkan pengetahuan/ilmu yang tidak didapati bapaknya untuk mendapatkan petunjuk yang benar sesuai dengan prinsip-pinsip Ilahiyah, ini dikutip dalam QS Maryam : 43 sebagai berikut:
“Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.”

Kebersamaan dalam Membangun Perubahan
Peradaban tak bisa dibangun dalam sehari, perlu kebersamaan dan ketekunanan dari pilar-pilar yang disiapkan untuk dapat bersama-sama menemukan sinergi positif yang dapat memberikan akselerasi perubahan. Lebih baik jalan bersama tapi menemukan petunjuk yang jelas dari pada membusungkan dada meraba-raba petunjuk yang masih gelap. Setiap pilar memiliki potensi yang bervariasi, coba kita hayati betapa indahnya Rosulullah membangun peradaban Madinah dengan menghidupkan setiap potensi yang ada, Abu Bakar yang dermawan, Umar yang pemberani, Ustman Ibnu Affan seorang bangsawan yang merakyat, Ali Ibnu Abi Thalib intelektual muda yang cerdik dapat disatukan dan diberdayakan oleh Rosulullah sebagai amir sekaligus ulama’ yang menjadi tauladan bagi umatnya. Untuk itu diperlukan saling membuka hati untuk menerima nasihat dan kritik dari masing-masing pilar perubahan. Ada beberapa hal untuk mempercepat perubahan, yang pertama menyamakan pandangan antara generasi muda dan generasi senior, yang kedua membangun optimisme, ketiga senantiasa menjunjung tinggi demokrasi, keempat mensinergikan potensi masing-masing pilar perubahan sehingga menemukan solusi inspiratif. Jika kita sama-sama berpikiran terbuka, maka solusi-solusi strategis akan kita dapati secara deras, ide-ide kreatif mengalir dengan sendirinya dan rumah Indonesia akan terasa nyaman, saling percaya, saling menghormati dan secara signifikan perubahan menuju menjadi kenyataan logis yang selama ini kita idam-idamkan.

07.16
Jum'at 04 desember 2009

Senin, 14 September 2009

FITRAH MANUSIA

MENEMUKAN KEMBALI
FITRAH MANUSIA

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Betapa kita rasakan dalam qolbu kita suasana batin yang fitri (suci), ketika kita mendapatkan ampunan dan rahmat Allah. Bagaikan embun pagi yang membasahi, meresap menjelma menjadi kekuatan untuk terus mengubah perilaku-perilaku kasar kita menjadi santun, sikap egois kita menjadi pengertian dan sifat-sifat kikir kita menjadi dermawan. Sujud mengabdi menghadap Ilahi dengan penuh khusuk dan tuma’ninah, qolbu terisi dengan ketenangan, kenyamanan dan kelapangan. Berikut gambaran manusia yang telah menemukan kemanusiaannya, ialah yang telah kembali kepada fitrahnya. Manusia (al-Insan) yang telah diciptakan oleh Allah dengan sangat sempurna mempunyai fitrah hidup di bumi (al-Ardl) ini untuk menjalankan aturan-Nya yang telah diturunkan-Nya dalam sebuah kitab yang dahsyat dan universal yakni Al-qur’anul Karim. Kefitrahan manusia akan ditentukan bagaimana hati seorang hamba Allah (al-Insan) dapat hidup di bumi Allah (al-ardl) dengan lurus mengikuti aturan Allah (rubbubiyah) walaupun banyak manusia yang belum memahami, namun telah terpatri menjadi prinsip hidup yang tak dapat diubah oleh apapun dan siapapun karena memang fitrah Allah tidak ada perubahan. Lantas apakah semua manusia bisa menerima akan fitrahnya? Mari kita hayati firman Allah berikut ini :

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Rabbmu (pengaturmu)?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
(QS. Al A’raaf: 172)

Kesaksian setiap manusia kepada Tuhannya sebagai pencipta dan pengaturnya telahpun diikrarkan ketika mereka sebagai hamba Allah akan lahir ke bumi Allah ini. Inilah yang menjadi dasar bahwa setiap manusia memiliki naluri fitrah yang sama, sehingga suatu saat suara hatinya bisa dipanggil menurut fitrahnya.

Fitrah Manusia dan Suara Hati
Sifat manusia pada dasarnya adalah baik, suka terhadap kebaikan, namun untuk mempertahankan kebaikan itu membutuhkan penemuan kembali suara hatinya. Kecenderungan mendengar, melihat dan merasakan hal-hal baik merupakan ekspresi yang lahir dari bisikan suara hati. Tentang suara hati ini, Imam Al Gozali dalam bukunya Ihya al Ulum al-Din menjelaskan bahwa “hati sebagai acuan yang harus dikembangkan dalam pencapaian kehidupan rohani”. Bahkan beliau menafsirkan hati sebagai esensi dari kemanusiaan itu sendiri dan membandingkan hati sebagai kaca yang mencerminkan segala sesuatu disekelilingnya. Jika hati dalam situasi yang kacau, dimana akal-budi (aql) yakni potensi yang dapat mengembangkan suara hati ini di taklukkan dan dikenali, maka hati menjadi “mendung dan gelap” (artinya orang mengalami perasaan-perasaan negatif) yang sering disebut sebagai penyakit hati dalam istilah tasawuf. Menurut ajaran Islam manusia lahir dalam keadaan fitri (suci) dalam perkembangan selanjutnya, sang bayi tumbuh pelan-pelan dan menjadi dewasa lalu tergoda, karena tarikan duniawi sehingga sedikit demi sedikit ia masuk ke alam inferno (metafor untuk mereka yang menjauhi diri dari suara hatinya yang suci). Karena dosanya hatinyapun menjadi kotor, sehingga perlu penyucian dengan memanggil kembali suara hatinya yang cenderung kepada fitrahnya.

Menemukan Kembali Fitrah Manusia
Kefitrahan manusia merupakan nilai terpenting yang semestinya didapati oleh manusia itu sendiri, karena didalamnya mengandung esensi tauhid yang menjadi dasar perilaku dan langkah setiap manusia. Diciptakannya manusia sudah semestinya ada tujuannya, karena setiap makhluk memiliki tujuan penciptaan. Dalam qur’an surat Ar Rum ayat 8 :

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.

Allah menjelaskan bahwa apapun ciptaan Allah memiliki masa dan tujuan. Jika seseorang / makhluk telah mencapai masanya namun belum meraih tujuannya maka ia akan celaka, karena diberikannya kesempatan ( masa ) itu untuk menggapai tujuan hidup yang Allah kehendaki. Maka dari itu, segeralah kita tata tujuan hidup kita, selanjutnya kita akan menemukan kembali kefitrahan kita sebagai manusia ciptaannya. Adapun tujuan hidup manusia menurut Allah dapat kita cermati dari firman Allah dalam QS. Al Baqoroh : 207 – 208.” Begitu banyak manusia yang berkorban, berjuang, mereka mempunyai satu titik tujuan yakni mencari keridhaan Allah, memang mardhotillah menjadi motivasi yang dapat menjadi kekuatan dasyat menjalani kehidupan ini, lalu bagaimana meraihnya?, yakni dengan menjadi hamba Allah yang selalu mengibadatinya dengan berpegang teguh kepada Wahyu Allah dan sunah rosul.



Menyatukan 3 Esensi Tauhid
Beribadah kepada Allah tentunya tidak bisa setengah hati. Allah menghendaki kita untuk kaffah ( total ). Mengapa demikian ? Karena sebagai hamba/ciptaan Allah yang telah hidup di bumi sudah sepantasnya mengikuti aturan Allah. Inilah yang saya sebut sebagai esensi tauhid untuk meraih kembali kefitrahan manusia. Saya yakin suara hati kita tidak akan pernah menolak dengan hal ini. Dan kita akan benar – benar merasakan kefitrahan itu, jika tiga esensi tauhid (Rubbubiyah/aturan, Mulkiyah/tempat, dan Uluhiyah/umat menyatu menjadi satu system yang tak terpisahkan. Bukankah Isalm untuk segenap manusia dan bersifat universal serta komprehensif. Manusia yang diberikan amanahAllah untuk mengelola bumi akan menemukan kesejahteraan jika jalan hidupnya mengikuti aturan hukumnya berdasarkan kepada Al Qur’anul Hakim. Maka dari itu marilah kita luruskan wajah ( pandangan ) kita terhadap din ( agama ) untuk menemukan kembali kefitrahan sebagai manusia dan kita pertahankan dengan sekuat hati kita untuk tetap merengkuhnya, karena dengan itu, kita akan hidup sejahtera baik lahir maupun bathin, baik dunia dan akhirat.

Kamis, 16 Juli 2009

KESEHATAN

SEHAT SEPANJANG HAYAT
Kesehatan merupakan anugerah Allah yang tak ternilai, Sejak awal kita sama – sama memahami bahwa islam sangat memperhatikan dan menanamkan kepada manusia untuk hidup sehat baik secara promotif, prefentif maupun protektif, hal ini bisa kita pahami dengan adanya penanaman gaya hidup bersih dan suci sebagai persyaratan kelangsungan peribadatan kita kepada sang Khalik Allah SWT, sebagai contoh kita perintahkan untuk membersihkan hadast kecil dengan ambil air wudlu dan hadats besar dengan mandi janabah dan masih banyak lagi ritual kebersihan yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. islampun juga melarang prilaku – prilaku kotor misalnya minum minuman yang memabukkan, narkotika dan sejenisnya, termasuk juga pergaulan bebas (free sex) yang telah nyata menimbulkan penyakit AIDS. Namun dalam islam ibadah bukan berarti penyiksaan diri dan mengabaikan kesehatan, suatu ketika datang kepada Rosulullah SAW beberapa sahabat. Ada yang mengutarakan niatnya untuk berpuasa tanpa berbuka, ada pula yang ingin shalat malam tanpa tidur. Rasulullah SAW menolak keinginan itu seraya mengingatkan bahwa badan kita punya haq (untuk beristirahat). Rasulullah SAW sendiri berpuasa tapi juga berbuka, shalat malam selalu di tegakkan, aku bangun tetapi juga tidur katanya.

Organisasi Kesehatan se-Dunia (WHO, 1984) menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947 WHO memberikan batasan sehat hanya dari 3 aspek saja, yaitu sehat dalam arti fisik (organobiologik), sehat dalam arti mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat dalam arti sosial; maka sejak 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual), yang oleh American Psychiatric Association dikenal dengan rumusan “bio-psiko-sosio-spiritual”. Ada Empat faktor utama yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Bila ditilik semuanya tetaplah bemuara pada manusia. Faktor lingkungan (fisik, sosek, biologi) yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap status kesehatan tetap saja ditentukan oleh manusia. Manusialah yang paling memiliki kemampuan untuk memperlakukan dan menata lingkungan hidup. Dengan demikian manusialah yang sangat mungkin memiliki kesempatan dalam mewujudkan kehidupan yang sehat, karena setiap tindakan individu manusia akan berpengaruh bagi kelangsungan kehidupan alam maka untuk mewujudkannya kehidupan yang sehat sepanjang hayat diperlukan tiga hal berikut ini :

1.Keseimbangan
Dalam melakukan sesuatu hendaklah kita tidak berlebihan, agar tidak menimbulkan masalah baru yang bersifat merugikan diri kita sendiri. Termasuk dalam hal menjaga kesehatan tubuh kita, misalnya kita makan hendaklah secukupnya, kekurangan makan menimbulkan penyakit, kelebihanpun mneimbulkan peyakit, maka sebaiknya kita bisa secara teratur dan seimbang baik kadar gizinya dan porsinya. Mari kita perhatikan pesan Ilahi berikut ini :
Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. (Al Infithaar : 7)

Begitu indah Allah memberikan pandangan kepada kita tetang fisik tubuh kita, bahwa bentuk tubuh kita sangatlah sempurna atau seriang kita kenal dengan ahsani takwim (sebaik-baik ciptaan). Subhanallah, begitu murahnya Allah yang telah menciptakan dengan sempurna, tinggal bagaimana kita mensyukurinya dengan menjaga keseimbangan tubuh kita yang begitu kompleks. Selanjutnya mari kita cermati pesan Ilahi di bawah ini :

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (7:31)

Sederhana adalah gambaran yang sangat mudah kita mengerti untuk menggambarkan tidak berlebih-lebihan dalam melakukan sesuatu. Allah SWT sangat menegaskan agar dalam berpenampilan dan mengkonsumsi sesuatu tidak secara berlebih – lebihan atau secukupnya/sepantasnya.

2.Makanan Halal dan Baik (Heginis dan bergizi)

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Al Baqoroh:168)

Seruan Allah kepada kita yang satu ini sepertinya sudah sangat kita pahami yakni senatiasa makan makanan yang dihalalkan oleh Allah dan bernilai baik. Halal dan baik (toyibah) sepertinya sudah menjadi nilai standart makanan bagi kaum muslim jika kita menginginkan keamanan bagi tubuh kita dan kenyamanan bagi hati kita dalam mengkonsumsi sesuatu. Nilai halal boleh jadi kita telah sama – sama paham kriterainya, namun nilai baik (toyib) perlu kita hayati secara mendalam karena kata “toyibah” disini adalah mengandung nilai yang sangat luas tentunya dalam tataran kesehatan makanan. Makanan yang bergizi adalah makanan yang cukup kualitas dan kuantitasnya serta mengandung unsure yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Adapun makanan yang higenis adalah sesuatu yang sangat baik bagi tubuh atau yang tidak merusak tubuh mungkin itu deskripsi secara gampang. Adapun untuk menjaga agar makanan yang halal dan toyibah (bergizi dan Higenis) dapat kita konsumsi dengan efektif dan berdampak baik marilah kita perhatikan pola makan yang benar, yang pertama, adalah sebaik – baiknya makanan yang kita makan hendaknya kita melakukan dengan benar, adapun pola makan yang benar pertama tentunya seorang muslim hendaklah memulainya dengan basmallah atau berdo’a, selanjutnya kunyahlah sampai halus agar enzim berfungsi dengan baik karena enzim merupakan biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi), kemudian janganlah langsung minum ketika habis makan, agar seluruh makanan langsung tersebar keseluruh tubuh, minumlah 1 jam setelah makan.
3.Olah Raga
Dalam islam berolah raga bukanlah hal yang haram, namun jika dalam prakteknya bercampur dengan judi maka perbuatan itulah yang diharamkan. Sejak awal Rosulullah sudah memberikan isarat agar umat islam menjadi manusia yang “bastotan fil Ilmi wa Jismi” (Luas ilmunya dan Perkasa Tubuhnya). Inilah personifikasi umat yang menurut pandangan Allah memiliki wibawa dan salah satu kelayakan seorang pemimpin. Ada sebuah penemuan terbaru bahwa “ olah raga bekerja lebih baik dibanding kalsium dalam pembentukan tulang yang sehat dan kuat”, hal ini ditemukan oleh Tom Lioyd, Phd, seorang epidemiologist di Penn State university Callege of Medicate. Oleh karena itu oalh raga sangat penting bagi pertumbuhan tulang kelancaran aliran darah kita.

Menjaga kesehatan adalah merupakan bentuk syukur kita kepada Allah yang telah menganugerahkan kepada kita tubuh yang sempurna, janganlah kita merusaknya dengan konsumsi yang haram dan membahayakan tubuh kita. Untuk itu dengan memperhatikan tiga hal di atas yakni, melakukan sesuatu dengan seimbang dan selaras, mengkonsumsi makanan yang halal dan baik yang dapan menjaga kestabilan jiwa dan raga dan berolahraga secara teratur untuk menjaga keseimbangan aliran darah serta pembentukan tulang secara kuat dan sehat. Rosulullah berpesan kepada kita menjaga kesehatan kita sebelum sakit, maksudnya mairilah kita mengamalkan standart kesehatan dan menjaga dari hal yang menjadikan kita sakit.

Jumat, 10 April 2009

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN SEBAGAI MISI SANG NABI
oleh : Rofiq Abidin

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hukum (aturan-aturan). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,(QS. Al Jum'ah : 2)

Kelangsungan hidup (survival) manusia tak akan lepas dari pendidikan, tentu anda setuju bahwa pendidikan begitu penting bagi kelangsungan hidup manusia dan kehidupan itu sendiri. Tak ada yang akan mengerti apa-apa jika manusia tidak ada aktifitas pengajaran (pendidikan) dalam hidupnya, sebaliknya akan terasa indah dan mengesankan jika aktifitas pendidikan terus bergulir secara dinamis, karena pasti akan menemukan misteri-misteri yang mengagumkan selaras dengan kebutuhan manusia. Tak bisa dipungkiri bahwa kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sebuah pendidikan. Beberapa akselerasi kemajuan pun diraih karena pesatnya pembelajaran beragam disiplin ilmu. Seluruh Nabi yang diutus oleh Allah SWT memiliki naluri-naluri mu’adib (pendidik) karena tidak mungkin Allah memilih seseorang utusan yang bodoh karena Ia akan mengajarkan (mendidik) ummatnya. Secara berangsur-angsur nabi menerima wahyu, bermakna Allah telah mendidik Nabi untuk belajar mengajarkan suatu ilmu kepada umatnya. Secara eksplisit Allah menegaskan bahwa visi utama diutusnya para nabi kita ketahui dari QS Al Anbiya’ ayat 15 :

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".(QS Al Anbiya' : 25)

Dengan sangat tegas Allah menyebutkan bahwa visi yang hendak dicapai para Nabi adalah menjadikan dirinya dan manusia untuk meyakini bahwa tidak ada Ilah (sembahan) melainkan Allah saja dan mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah SWT, yang secara tegas disampaikan dalam Al Qur’an : "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". Itulah visi nabi yang harus diwujudkannya sebagai baktinya kepada sang Maha Pencipta dan akan diteruskan oleh para pewarisnya.

Menjalankan Misi Nabi
Dalam menjalankan visi, tentunya para Nabi Allah memiliki pola untuk mencapainya, itulah yang sering kita sebut dengan misi. Hal itu akan kita pelajari sama-sama dalam QS Al Jum’ah ayat 2 yang menyebutkan bahwa Allah mengutus seorang manusia (rosul) kepada kaum yang buta huruf. Banyak yang sepakat bahwa Muhammad SAW adalah manusia yang buta huruf, namun perlu kita fahami bahwa tidak mungkin Muhammad mendidik ummatnya dalam keadaan buta huruf. Saya yakin ada sebuah proses pembelajaran (pendidikan) dari Allah melalui malaikat Jibril kepada Muhammad SAW untuk mengaji (membaca) selanjutnya manela’ah wahyu yang turun kepadanya. Kaumnya pada saat itu diterangkan juga termasuk yang buta huruf, namun disini kita tidak akan memperpanjang tentang hal itu. Kita akan membahas bagaimana proses nabi mencapai visinya dengan melaksanakan misinya yakni menjalankan aktifitas pendidikan yang secara garis besar terbagi menjadi empat aktifitas pengajaran yakni :

1. Membacakan ayat-ayatNya (Al Qur’an)
Makna membacakan (yatslu) disini bukan sama dengan iqro’ (membaca) dalam konteks pendidikan baca huruf, namun lebih dalam yakni kepada penghayatan dan pengamalannya khususnya ajaran pokok yakni “Menyembah Allah SWT dan beribadah kepadaNya”.
2. Menyadarkan manusia
Sebagai pembawa risalah, nabi memiliki tugas untuk menyadarkan manusia yang tersesat dijalan Allah dengan memberikan pemahaman sampai memiliki kesadaran klimaks yang akan diikuti dengan taubat untuk mendapatkan ampunan dari Allah SWT (suci dari dosa).
3. Mengajarkan tentang buku-buku ilmu pengetahuan
Memberikan pengajaran dari berbagai keilmuan yang tertulis dalam buku-buku (kitab-kitab) baik yang bersifat relegius maupun ilmiah
4. Mengajarkan hukum (aturan-aturan)
Seorang rosul dan penerusnya wajib memberikan pendidikan dalam mematuhi aturan-aturan yang telah diturunkan Allah SWT dalam bentuk perintah dan larangan (mematuhi supremasi hukum).

Empat pokok ajaran pendidikan tersebut merupakan misi-misi yang dapat mencapai visi sebagai nabi, yang kesemuanya kita pahami memiliki nilai-nilai universal dan efektif serta mengandung arti tersendiri pada setiap itemnya. Coba sejenak kita perhatikan secara ringkas poin yang pertama, mengandung unsur wahyu (ayat-ayat) yang berhubungan dengan perihal spiritual-religius/aqidah/ketuhanan, item kedua mengandung unsur perbaikan perilaku , item yang ketiga, kalau kita hayati memberikan anjuran untuk menggali ilmu pengetahuan dari berbagai sumber karya ilmiah, karena ilmu merupakan solusi setiap permasalahan hidup kita. Adapun poin yang keempat, secara khusus mengandung makna untuk bagaimana mematuhi hukum/aturan-aturan yang berlaku. Hendaknya empat hal itu dijadikan pedoman bagi pihak-pihak pendidik baik secara kolektif maupun individu sehingga sesuai dengan sasaran (visi) yang diemban nabi.

Orang yang Berpendidikan
Kelangsungan hidup seseorang tidak akan lepas dari empat hal (Ketuhanan, akhlak, ilmu pengetahuan, hukum), maka orang yang beraqidah akan senantiasa berperilaku baik dan berubah kepada yang lebih baik karena selalu mendasarkan perbuatannya pada ilmu serta mematuhi hukum-hukum yang ditetapkan oleh Penciptanya. Itulah personifikasi orang yang berpendidikan. Maka dari itu marilah kita mengacu kepada frame wahyu bahwa landasan pendidikan kita tidak lepas dari empat ajaran pokok tersebut. Dalam menjalankan misi pendidikan para nabi telah menjadi pelopor pendidikan pada zamannya, karena tidak mungkin mencapai visinya yaitu menjadikan dirinya dan manusia untuk meyakini bahwa tidak ada Ilah (sembahan) melainkan Allah saja dan mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah SWT, tanpa menjalankan misi-misinya yakni pendidikan. Bukankah pendidikan adalah ukuran kemajuan sebuah bangsa/ummat ? Sejauh mana kita, Umat Islam, membangun pendidikan terbaik yang tersistem sehingga gelar khairu ummah (umat terbaik) benar-benar kita sandang secara nyata bukan khayalan belaka? Oleh karena itu mari kita berjuang membangun pendidikan dan menjadi manusia yang berpendidikan yakni yang berketuhanan, berakhlakul karimah dan sadar akan perubahan, berwawasan luas serta mematuhi hukum, karena pendidikan adalah sekali lagi, misi para nabi.

Kamis, 05 Februari 2009

KASIH SAYANG

KASIH SAYANG
NILAI DASAR AJARAN ILAHI
Oleh : Rofiq Abidin

Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
(QS. Al Anbiya’ : 107)

Dalam ajaran Ilahi kita diajarkan untuk memulai segala aktifitas dengan niat yang lurus, karena niat akan menentukan nilai amal yang akan dilakukan. Maka dalam memulai segala sesuatu, niat kita mestilah menganut prinsip-prinsip bismillah karena di dalamnya terdapat energi dasyat yang merupakan sumber kekuatan Ilahiah yakni energi rahman dan rahim (kasih-sayang). Rahmat (kasih sayang) Allah adalah merupakan intisari dari pada prinsip bismillah dan obsesi akhir setiap amalan manusia karena hanya dengan rahmat Allahlah kita dapat selamat dunia dan akhirat. Setiap manusia memili nafsu dan emosi yang masing masing menyimpan potensi-potensi plus-minus. Agar nafsu dan emosi menjadi sesuatu energi positif maka perlu adanya managemen untuk mengolahnya, maka kasih sayang inilah yang dapat menjadi instrument secrening sehingga senantiasa dalam kendali isme Ilahiyah sebagaimana dalam prinsip bismillah. Jika seseorang telah mencabut rasa kasih sayang dalam hati dan tindakannya maka tidak selayaknya ia menyebut-nyebut asma Allah, Karena hanya orang yang mampu menggunakan sifat Allah ( kasih sayang ) yang boleh melakukan perbuatan atas nama Allah. Bersikaplah penuh kasih sayang kepada sesama. Karena sifat kasih sayang digunakan untuk menunjukkan sifat Allah SWT. Dan seharusnya sifat itu juga direalisasikan oleh manusia melalui perkenan "Yang Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim). Islam adalah rahmat bagi alam semesta yang nilai-nilai dasarnya (kasih-sayang) akan memberi kesejukan dan kedamaian bagi alam semesta, memberi warna indah terhadap pluralisme dalam wujud pengamalan toleransi, membantu sesama yang sedang dalam kesulitan dan apapun yang menyiratkan kebaikan dan kesejahteraan jasmaniah maupun rohaniah. Mari kita kaji aksentuasi dari nilai-nilai kasih sayang Dalam QS : Ali Imran : 159 :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. *(Ali Imron : 159)

Rahmat Allah yang diaksentuasikan manusia dalam bentuk kasih sayang kepada sesama akan melahirkan beberapa sifat shaleh sebagai berikut :

1. lembut/Santun Dalam Bertindak
Dalam setiap tindakan kita memerlukan langkah dan strategi yang jitu untuk meraih keberhasilan, maka Rasulullah SAW telahpun mengimplementasikan nilai kasih-sayang dalam menyiarkan risalah Allah sehingga menjadi kekuatan dasyat yang dapat secara nyata hasil dari kesantunan beliau dalam mentegakkan kalimatillah (li I’lahi kalimatillah). Untuk itu ajaran kasih sayang yang telah diprektekkan Rasulullah SAW akan begitu indah dan terasa damai jika terus kita penetrasikan dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan bernegara. Maka tidak ada lagi kekerasan atas nama agama dan anarkisme yang merusak nilai kebersamaan umat dan persatuan bangsa jika kita semua mempraktekkan nilai kasih sayang dalam kehidupan.

2. Pema’af dan Cinta Damai
Mema’afkan seseorang terkadang menjadi hal yang sulit jika masih menyimpan dendam dalam hatinya. Namun jika ia mengingat prinsip bismillah dan benar-benar mengahayatinya maka akan ada sebuah kekuatan yang mendorong dirinya untuk bersikap mengasihi dan menyayangi sesamanya, karena Allah akan mengirimkan rahmatNya kepada manusia yang mau memulai sesuatu kebaikan dengan ”berbasmallah”. Dengan mengutamakan kasih sayang seseorang akan memiliki jiwa pema’aaf dan cinta terhadap perdamaian karena rahmat (kasih sayang) Allah yang maha Welas-asih (Pengasih dan penyayang) akan menyiratkan nilai-nilai perdamaian dalam hai-hati seseorang yang sedang konfrontasi mengalahkan dendamnya dan memikirkan dampak kedepannya. Maka menjadilah manusia pema’af sebagaimana Muhammad SAW selalu mema’afkan umat dan musuhnya walaupun berbuat dzalim terhadapnya,

3. Mendo’akan Sesamanya
Ampunan Allah tidak akan datang kepada seseorang yang belum bertaubat, dan taubatpun juga tidak akan muncul jika seseorang tidak mau mengevaluasi dirinya sehingga muncul kesadaran akan kesalahnnya dan tidak mengulanginya tiulah makna sebanarnya dari istigfar Karena istigfar bukan semata-mata membaca ”astagfirullah” tapi tetap mengerjakan perbuatan-perbuatan dosanya. Maka perlu benteng yang menjaga istiqomah taubatnya yakni “do’a” baik dilakukan dirinya maupun dido’akan orang lain karena kemurahan hati dan rasa kasih sayangnya. Dalam setiap action kita yang hampir mencapai titik putus asa terkadang kita baru memulai berdo’a secara khusuk, semisal kita telahpun berusaha memberikan penerangan dan peringatan kapada saudara kita yang berdosa dengan bebagai cara kita lakukan namun tidak juga menghentikan perbuatan dosanya, maka pada saat itulah kita mendo’akannya atau sebaliknya kita akan mencelanya karena sikapnya yang tak kunjung berubah. Di sini ada hikmah menarik yang mesti kita petik, bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tak harus dido’akan setelah kita hampir putus asa namun kita senantiasa berdo’a pada awal niat yang mengandung nilai bismillah yang mengandung nilai do’a untuk sukses mencapai sesuatu serta mendo’akan dalam konteks aktual yakni mengajak kembali kepada jalan yang diridhoi Allah SWT. Hematnya sikap mendo’akan terhadap sesama agar sadar dengan perbuatan dosanya adalah wujud sikap sabar dan pantang menyerah dalam amar ma’ruf nahi munkar yang berakar dari nilai rahman dan rahim (kasih sayang)

4. Demokratis
Sikap terbuka menerima perpedaan dalam berpendapat yang selanjutnya mengambil dan menjunjung tinggi mufakat bersama adalah nilai dasar dari demokrasi yang telahpun dipraktekkan oleh para nabi dan rosul berabad-abad tahun yang lalu, sebut saja nabiyullah Ibrahim yang bersikap demokratis kepada Ismail yang hendak melaksanakan perintah Allah untuk menyembelihnya. Adalah Rosulullah Muhammad yang selalu memusyawarahkan apapun persoalan negara Madinah kepada para jajaran kabinetnya dan para sahabatnya untuk mencapai hasil keputusan universal dan tidak merugikan semua pihak. Sikap demokratis ini tak akan muncul bila seseorang telah mencabut kasih sayangnya dalam benaknya, yang ada hanya pemaksaan, kekerasan dan tiranis. Dengan selalu mengedepankan nilai-nilai kasih sayang maka seseorang akan dengan sendirinya memiliki sikap demokratis dalam mengambil keputusan bukan ananiyahnya (keaukuannya) yang bertindak tapi nahniahnya (kekitaan)nya. Karena kalau ana itu cuma satu dan sifatnya lemah dan yang egois cenderung sombong, tapi kalau nahnu itu jama’ dan sifatnya kuat karena mendapat dukungan dari berbagai kalangan.

5. Memiliki komitmen yang tinggi/konsisten
Konsistensi seseorang akan memperlihatkan betapa ia telah memegang teguh tekad/komitmen terhadap amanahnya. Rahmat Allah akan menuntun kita untuk senantiasa konsisten terhadap komitmen/tekad yang tekah diikrarkan namun seseorang yang telah kehilangan sifat rahman dan rahimnya maka akan tega meninggalkan tugas dna amanahnya yang diemban tanpa memikirkan dampak kedepannya.

6. Totalitas Dalam Upaya/Tawakal Kepada Allah
Rahmat Allah yang bersemayam dalam hati akan membuka jalan dalam meraih solusi terbaik karena maksimalitas upaya dan kejernihan otak yang tersirat dari sifat rahman dan rahimnya, baik dalam wujud kepekaannya melihat sekitar ataupun kejeliannya menangkap peluang, tidak ada rumus menyerah dalam hidupnya ia akan senantiasa berkomunikasi dengan Allah yang maha Pengasih dan Penyayang dalam kegagalan ataupun keberhasilan, Allah menjadi sandaran/tempat bergantung dalam keadaan apapun sehingga langkahnya akan senantiasa bertawakal kepada Allah secara terus menerus.

Mengapa begitu pentingnya sifat kasih sayang itu? Dapat dimaklumi bila sifat kasih sayang ini tertanam didalam diri kita maka kehidupan didunia akan menjadi penuh kedamaian. Pejabat tidak akan korupsi karena dorongan kasih sayang kepada sesama. Dia akan menyadari perbuatan korupsi itu akan menimbulkan kesengsaraan bagi orang banyak. Para suami juga akan bekerja keras dan tidak akan selingkuh karena dorongan rasa kasih sayang kepada istri yang diamanahkan allah kepada dirinya. Para istri tidak berpaling dari amanah suami dan akan mengabdi kepada suami karena rasa cinta dan kasih sayangnya. Masyarakat akan bergotong royong untuk saling membantu satu sama lain karena dorongan kasih sayang. Tiada kaum duafa yang terlupakan, tiada fakir miskin yang terlantar, tiada yatim piatu yang tersisihkan , tiada para orang tua yang teracuhkan, Tiada pedagang yang mengejar laba semata , Tiada ulama yang hanya mengejar uang transfor, Tiada pejabat /penguasa yang acuh dengan rakyatnya, bila didalam hati tertanam sifat kasih sayang.

Selasa, 13 Januari 2009

MINDSET

KEIKHLASAN MENJAMIN KEBAHAGIAAN
Oleh : Rofiq Abidin

Kebahagiaan menjadi titik tuju setiap langkah manusia dalam mengarungi kehidupannya, yang dalam perjalanan tawakalnya tak lepas dari goresan – goresan fakta yang menguji keikhlasannya. Rasa ikhlas dan rasa bahagia sama – sama terletak di dasar hati yang dalam kolerasinya setiap keikhlasan senantiasa membiaskan cahaya kebahagiaan. Manifestasi keikhlasan ialah memurnikan dorongan niat/kehendak untuk mewujudkan suatu tujuan yang akan dicapai, selanjutnya berwujud menjadi nur Ilahiyah yang dapat menscreening jiwa dalam setiap langkah kerja sehingga dapat menjaga kebahagiaan dalam segala suasana bathin.

Banyak yang menilai bahwa sebuah kesuksesan seseorang diukur dari materi/kekayaan yang ia punyai ataupun ketenaran yang diperoleh atau bahkan keturunan. Namun setiap materi, ketenaran dan keturunan terkadang tak selamanya menjamin kebahagiaan, karena letak kebahagiaan sesungguhnya ada di dasar hati yang terekspresi dengan beragam refleksitas bahasa tubuh yang bermacam – macam. Untuk senantiasa menjaga dan mengabadikan kebahagiaan adalah dengan rasa ikhlas menerima keadaan apapun yang terjadi pada diri kita, bukan dalam makna pasrah tanpa langkah atau diam berputus asa, namun ikhlas itu tidak ada resistant (penghambat) dalam hati baik dalam yang berwujud tafkir ataupun sikap, bersih hati benar – benar akan menjamin kebahagiaan karena yang ikhlas tak akan ada godaan – godaan iblis yang telah berkomitmen dengan lantang kepada Allah bahwa seluruh manusia akan digoda, namun satu yang tak akan pernah digoda oleh iblis ialah “orang – orang yang ikhlas” sebagaimana dalam QS Al Hijr ayat 39-40 :

Iblis berkata : “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) dimuka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan semuanya (39), kecuali hamba – hamba Engkau yang muklis diantara mereka(40)

Keikhlasan yang berwujud dalam rasa syukur, berarti seseorang telah menikmati perasaan ikhlasnya dengan menerima secara lapang dada anugerah yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, tidak ada protes kepada Allah tapi terus mensyukuri dan mensyukuri nikmatnya. Keikhlasan dalam menerima ujian, berarti seseorang telah rela apapun yang telah diputuskan Rabb kepadanya, namun senantiasa berdzikir mengefaluasi diri untuk menuju perubahan.
Oleh karena itu sucikanlah jiwa kita selapang – lapangnya dalam keadaan apapun atau dalam ujian apapun maka akan merasakan kebahagiaan dan pasti setiap keikhlasan akan membiaskan cahaya inovasi – inovasi dan kreatifitas – kretifitas brilian yang dapat mengakselerasi tawakal dalam mencari solusi hidup dan kehidupan, sehingga tetap istiqomah dengan prinsip – prinsip hidup Ilahiah yang telah disyahadatkan dan diamalkan.

 

We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © RAHMATAN LIL ALAMIN 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Templateism