Ad (728x90)

Senin, 14 September 2009

FITRAH MANUSIA

MENEMUKAN KEMBALI
FITRAH MANUSIA

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Betapa kita rasakan dalam qolbu kita suasana batin yang fitri (suci), ketika kita mendapatkan ampunan dan rahmat Allah. Bagaikan embun pagi yang membasahi, meresap menjelma menjadi kekuatan untuk terus mengubah perilaku-perilaku kasar kita menjadi santun, sikap egois kita menjadi pengertian dan sifat-sifat kikir kita menjadi dermawan. Sujud mengabdi menghadap Ilahi dengan penuh khusuk dan tuma’ninah, qolbu terisi dengan ketenangan, kenyamanan dan kelapangan. Berikut gambaran manusia yang telah menemukan kemanusiaannya, ialah yang telah kembali kepada fitrahnya. Manusia (al-Insan) yang telah diciptakan oleh Allah dengan sangat sempurna mempunyai fitrah hidup di bumi (al-Ardl) ini untuk menjalankan aturan-Nya yang telah diturunkan-Nya dalam sebuah kitab yang dahsyat dan universal yakni Al-qur’anul Karim. Kefitrahan manusia akan ditentukan bagaimana hati seorang hamba Allah (al-Insan) dapat hidup di bumi Allah (al-ardl) dengan lurus mengikuti aturan Allah (rubbubiyah) walaupun banyak manusia yang belum memahami, namun telah terpatri menjadi prinsip hidup yang tak dapat diubah oleh apapun dan siapapun karena memang fitrah Allah tidak ada perubahan. Lantas apakah semua manusia bisa menerima akan fitrahnya? Mari kita hayati firman Allah berikut ini :

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Rabbmu (pengaturmu)?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
(QS. Al A’raaf: 172)

Kesaksian setiap manusia kepada Tuhannya sebagai pencipta dan pengaturnya telahpun diikrarkan ketika mereka sebagai hamba Allah akan lahir ke bumi Allah ini. Inilah yang menjadi dasar bahwa setiap manusia memiliki naluri fitrah yang sama, sehingga suatu saat suara hatinya bisa dipanggil menurut fitrahnya.

Fitrah Manusia dan Suara Hati
Sifat manusia pada dasarnya adalah baik, suka terhadap kebaikan, namun untuk mempertahankan kebaikan itu membutuhkan penemuan kembali suara hatinya. Kecenderungan mendengar, melihat dan merasakan hal-hal baik merupakan ekspresi yang lahir dari bisikan suara hati. Tentang suara hati ini, Imam Al Gozali dalam bukunya Ihya al Ulum al-Din menjelaskan bahwa “hati sebagai acuan yang harus dikembangkan dalam pencapaian kehidupan rohani”. Bahkan beliau menafsirkan hati sebagai esensi dari kemanusiaan itu sendiri dan membandingkan hati sebagai kaca yang mencerminkan segala sesuatu disekelilingnya. Jika hati dalam situasi yang kacau, dimana akal-budi (aql) yakni potensi yang dapat mengembangkan suara hati ini di taklukkan dan dikenali, maka hati menjadi “mendung dan gelap” (artinya orang mengalami perasaan-perasaan negatif) yang sering disebut sebagai penyakit hati dalam istilah tasawuf. Menurut ajaran Islam manusia lahir dalam keadaan fitri (suci) dalam perkembangan selanjutnya, sang bayi tumbuh pelan-pelan dan menjadi dewasa lalu tergoda, karena tarikan duniawi sehingga sedikit demi sedikit ia masuk ke alam inferno (metafor untuk mereka yang menjauhi diri dari suara hatinya yang suci). Karena dosanya hatinyapun menjadi kotor, sehingga perlu penyucian dengan memanggil kembali suara hatinya yang cenderung kepada fitrahnya.

Menemukan Kembali Fitrah Manusia
Kefitrahan manusia merupakan nilai terpenting yang semestinya didapati oleh manusia itu sendiri, karena didalamnya mengandung esensi tauhid yang menjadi dasar perilaku dan langkah setiap manusia. Diciptakannya manusia sudah semestinya ada tujuannya, karena setiap makhluk memiliki tujuan penciptaan. Dalam qur’an surat Ar Rum ayat 8 :

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.

Allah menjelaskan bahwa apapun ciptaan Allah memiliki masa dan tujuan. Jika seseorang / makhluk telah mencapai masanya namun belum meraih tujuannya maka ia akan celaka, karena diberikannya kesempatan ( masa ) itu untuk menggapai tujuan hidup yang Allah kehendaki. Maka dari itu, segeralah kita tata tujuan hidup kita, selanjutnya kita akan menemukan kembali kefitrahan kita sebagai manusia ciptaannya. Adapun tujuan hidup manusia menurut Allah dapat kita cermati dari firman Allah dalam QS. Al Baqoroh : 207 – 208.” Begitu banyak manusia yang berkorban, berjuang, mereka mempunyai satu titik tujuan yakni mencari keridhaan Allah, memang mardhotillah menjadi motivasi yang dapat menjadi kekuatan dasyat menjalani kehidupan ini, lalu bagaimana meraihnya?, yakni dengan menjadi hamba Allah yang selalu mengibadatinya dengan berpegang teguh kepada Wahyu Allah dan sunah rosul.



Menyatukan 3 Esensi Tauhid
Beribadah kepada Allah tentunya tidak bisa setengah hati. Allah menghendaki kita untuk kaffah ( total ). Mengapa demikian ? Karena sebagai hamba/ciptaan Allah yang telah hidup di bumi sudah sepantasnya mengikuti aturan Allah. Inilah yang saya sebut sebagai esensi tauhid untuk meraih kembali kefitrahan manusia. Saya yakin suara hati kita tidak akan pernah menolak dengan hal ini. Dan kita akan benar – benar merasakan kefitrahan itu, jika tiga esensi tauhid (Rubbubiyah/aturan, Mulkiyah/tempat, dan Uluhiyah/umat menyatu menjadi satu system yang tak terpisahkan. Bukankah Isalm untuk segenap manusia dan bersifat universal serta komprehensif. Manusia yang diberikan amanahAllah untuk mengelola bumi akan menemukan kesejahteraan jika jalan hidupnya mengikuti aturan hukumnya berdasarkan kepada Al Qur’anul Hakim. Maka dari itu marilah kita luruskan wajah ( pandangan ) kita terhadap din ( agama ) untuk menemukan kembali kefitrahan sebagai manusia dan kita pertahankan dengan sekuat hati kita untuk tetap merengkuhnya, karena dengan itu, kita akan hidup sejahtera baik lahir maupun bathin, baik dunia dan akhirat.

 

We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © RAHMATAN LIL ALAMIN 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Templateism