Ad (728x90)

Senin, 07 Februari 2011

Filled Under:

Mengawali dan mengakhiri

Membuka dan Menutup dengan Kebaikan
Oleh : Rofiq Abidin

Kita lahir atas kehendak Allah, kita tidak bisa meminta hidup di mana atau kapan semau kita. Sejak nafas kita berhembus halus menyapa dunia yang penuh nikmat ini, raga dan jiwa kita menyapa alam semesta dengan penuh rasa syukur. Bahkan sebelum lahir jiwa kitapun telah bersyahadat menyatakan bahwa Allah sebagai Rabb (Tuhan) yang disembah, Allahpun menanyakan kepada setiap jiwa yang ada dalam kandungan “alastu birabbkum” (bukankah Aku ini Rabbmu (Tuhanmu) : "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." Pengakuan jiwa atas kebenaran Allah sebagai Rabb merupakan awal kesaksian dan landasan keimanan seseorang yang akan menyiratkan nilai-nilai kebaikan selanjutnya selama hidup di dunia. Segenap manusia sudah memulainya dengan kebaikan, selanjutnya akan diteruskan di dunia dengan kebaikan-kebaikan yang beragam sesuai dengan ruang dan lingkungan yang men-sibghah kita. Nilai-nilai kebaikan inilah yang akan menentukan seseorang mendapatkan kelimpahan kebaikan baik di dunia maupun di akhirat nantinya. Inilah pundi-pundi amal persembahan yang akan dibawa kepada Allah sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengakuannya saat masih berada dalam kandungan sang ibu. Allah pasti menghitung setiap kebaikan yang dilakukan manusia dan akan dibalas lebih baik daripada kebaikan yang telah dilakukan.


“Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (balasan) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.”
(QS. Al Qashash : 84).

Begitu jelas Allah menerangkan tentang sebuah kebaikan, maka hiasilah hidup kita dengan kebaikan-kebaikan. Karena dengan perbuatan baik inilah hidup kita akan semakin indah dan mendapatkan balasan kelimpahan yang lebih baik. Mulailah dengan kebaikan yang bisa kita lakukan, jangan menunggu keadaan baik untuk berbuat baik, tapi mulailah untuk menuju lebih baik.

Mengukur Kebaikan
Setiap kita akan dinilai oleh pihak di luar kita, maka marilah kita sikapi penilaian itu dengan pikiran dan perasaan positif sebagai evaluasi untuk menyempurnakan sikap kita. Penilaian sudah pasti membiaskan dua persepsi, apakah penilaian baik atau penilaian buruk kepada kita, jika baik maka kita tidak boleh terlena, tapi justru terus berusaha mempertahankan yang baik. Namun jika penilaian kurang baik, jadikanlah evaluasi untuk memperbaiki apa-apa yang kurang baik.
Setidaknya ada tiga pihak yang akan mengukur kebaikan manusia, dari tiga inilah kita akan mencoba untuk senantiasa menimbang sikap kita apakah kita tetap pada jalur kebaikan ataukah justru menjauh dari nilai-nilai kebaikan. Inilah tiga pihak yang mengukur kebaikan :
1. Allah SWT
Setiap manusia yang berbuat sesuatu akan mendapat pengawasan dari Allah, baik yang nyata maupun yang tersembunyi dalam hati. Jika seseorang merasakan “pengawasan Allah” pada setiap tingkah lakunya, maka ia akan benar-benar menjadi manusia yang selalu lurus dengan kebenaran jalan Allah. Statement Orang Jawa “elingo marang sing kuasa” merupakan nasehat yang mendalam, karena dengan mengingat Allahlah kita akan menemukan jiwa yang tenang, tidak gegabah dalam bertindak, sehingga Allah selalu membimbing sikap dan langkahnya. Maka marilah kita menyadari, sungguh Allah maha tahu atas segala prilaku kita, walaupun kita sembunyi di tempat yang paling asing di dunia. Mukmin yang sejati akan selalu merasa dinilai dan diawasi oleh Allah sehingga pertimbangan pertama dalam memutuskan adalah Allah melalui wahyu-Nya, Al qur’anul karim.
2. Diri Sendiri
Apa saja yang kita lakukan akan dilandasi oleh pola fikir kita, latar belakang hidup kita dan apa yang telah kita pelajari. Inilah yang akan menggerakkan fikir kita, langkah dan kebijakan kita. Ada dua unsur dalam jiwa kita yang akan ikut menimbang setiap perilaku kita, yang pertama adalah nurani, yang selalu mengajak kepada fitrah kebaikan, selalu klik dan peka dengan nilai-nilai kebaikan, baik yang tersirat maupun yang tersurat, nurani inilah yang menyimpan rasa empati, disiplin, memafkan, damai dan nilai kebaikan yang lain. Kedua, hawahu (hawa nafsu) yang selalu mengajak kepada keburukan, kejahatan dan sesuatu mengarah kepada kerusakan, hawahu inilah yang akan menyamarkan nilai-nilai kebaikan bahkan menutup rapat cahaya kebaikan. Perhatikanlah jika kita sedang bimbang, kita akan merasakan perang hebat antara nurani yang sehati dengan wahyu dan hawahu yang mengajak kepada dosa. Berhati-hatilah bisa jadi kebaikan yang kita lakukan bercampur dengan niat yang salah sehingga nilai suci itu justru gelap, tertutup oleh hawahu, semisal riya’, takabur dan dendam.
3. Orang lain
Jelas bahwa kita akan diukur, dinilai dan diawasi oleh orang lain karena kita tidak hidup sendiri, kita selalu interaksi dengan orang lain dalam setiap aktivitas hidup kita. Oleh karena itu jadikanlah penilaian orang lain sebagai bahan evaluasi untuk mengubah yang lebih baik. Jika berperasaan positif dengan penilaian, maka kita akan menemukan hikmah, namun jika negatif perasaan kita, maka kita justru akan mendapat tambahan masalah, bukan solusi.

Penilaian positif atau negatif atas diri kita adalah wajar, baik yang muncul dari dalam, dari orang lain atau bahkan suara Ilahiyah karena manusia memang tercipta dari alaqah (kaitan), kita terkait dengan jiwa kita sendiri, kita terkait dengan Allah dan kita terkait dengan manusia yang lain. Maka dari itu dalam berperilaku, perhatikanlah tiga pihak yang mengukur perilaku kita itu. Mari kita renungi seruan Allah berikut ini :
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At Taubah : 105)

Menganiaya Diri, Pertengahan atau Lebih Baik
Hidup manusia telah dibuka dengan “pengakuan ketuhanan kepada Allah”, selanjutnya lembaran di dunia yang putih akan dihiasi dengan kebaikan atau dengan coretan dosa, akhir hayatnya akan ditutup dengan khusnul khatimah atau su’ul khatimah, adalah tergantung dirinya. Oleh karena itu, mari kita terus mengevaluasi catatan-catatan kebaikan kita, sudah puaskah kita, atau masih jauh jika dibandingkan dengan kucuran nikmat Allah kepada kita?. Atau justru dosa kita yang lebih banyak karena sikap jahiliah kita?. Sebaiknya kita telanjangi jiwa kita, untuk dapat mengakui kesalahan kita dengan istighfar kepada Allah. Selanjutnya kita memulai kebaikan-kebaikan dari yang kita bisa, dari yang kecil dan dari yang terdekat, pasti Allah akan membimbing kita di jalan-Nya. Pada akhirnya Allah akan memilih kita menjadi hambanya yang mendapatkan “khusnul khatimah”, selalu mengakhiri pekerjaan dengan kesuksesan.

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Al Faatir : 32)

Jika kita memperhatikan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia terbagi menjadi tiga berdasarkan prestasi kebaikannya. Kita akan menjadi manusia yang menganiaya diri (dzalim li nafsih), pertengahan (muktasit) atau lebih baik (tsabiqun bil khairat), tergantung upaya kebaikan kita. Jika hari ini kita lebih buruk dari hari kemarin bermakna kita dhalim linafsih, jika hari ini sama dengan dengan hari kemarin berati muktasit dan jika hari ini kita lebih baik dibandingkan dengan hari kemarin berarti tsabiqun bil khairat, lebih baik dan akan selalu mendapatkan “khusnul khatimah”. Semua manusia diberikan sarana yang sama yakni waktu, tapi tidak semua manusia mampu memanfaatkan waktu. Marilah kita buka hari baru kita dengan kebaikan dan kita tutup semuanya dengan kebaikan pula, yakni prestasi terbaik, khusnul khatimah.

Rofiq Abidin

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

 

We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © RAHMATAN LIL ALAMIN 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Templateism