SEMUA
BERAWAL DARI NIAT
Oleh : Rofiq
Abidin
“Barang
siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu
baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan
kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat.”
(QS. Asy Syuura :20).
Dalam setiap pekerjaan kita, ada sebuah kehendak
hati yang menggerakkan langkah kita, ialah niat. Semua yang kita lakukan
menyimpan kepentingan-kepentingan, bisa jadi kepentingan itu bermanfaat,
mudharat atau bahkan kepentingan itu kosong hanya sebatas kepuasan. Niat
merupakan ruh dalam amal, niatlah yang akan menjaga semangat kita dan
memotivasi kita. Jika kita mulai lemah dan lesu dalam mencapai sesuatu,
kembalilah kepada niat baik anda, karena niat menyimpan tujuan, kepentingan dan
obsesi anda. Niat akan meminyaki api semangat anda, karena getaran niat ini
akan benar-benar menggetarkan emosi anda jika dilakukan dengan ikhlas dan penuh
khusyuk.
Niat dapat mengembalikan kita untuk kembali, kembali kepada jalan kebenaran,
yakni jalan Allah.
Jika
kita mulai berbelok arah, niatkan kembali karena Allah. Boleh jadi kita
melakukan sesuatu tapi tidak sesuai dengan niat kita, kita meninggalkan niat
yang pernah kita ikrarkan dalam hati dan kita komitmenkan dengan lisan, kita jadi berpaling dari arah
tujuan semula. Islam sangat memperhatikan urusan niat ini, setiap amal dan
peribadatan kita memang sangat
ditentukan oleh niat. Rasulullah menegaskan dalam buah tuturnya (Al Hadits) :
“Daripada ‘Umar
bin al-Khaththab RA, dia berkata, Rasulullah (shalawat dan salam ke atas baginda)
bersabda: “Sesungguhnya amal itu tidak lain hanyalah dengan niat dan
sesungguhnya bagi setiap orang hanyalah apa yang dia niatkan. Maka barang siapa yang berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang berhijrah untuk dunia yang
dia inginkan atau kerana seorang wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya
adalah kepada apa yang dia berhijrah kerananya.”
Niat
dan Hijrah
Buah tutur Rasulullah SAW yang tertulis di
atas ada dalam kitab Riadus Shalikhin pada halaman pertama, perihal ini
menjadikan saya tertarik untuk membaca berulang-ulang, karena selama ini rata-rata kita hanya
mendapat penggalan hadistnya saja yakni “insnamal a’malu bin niat”
(sesungguhnya setiap amal tergantung/dengan niatnya). Namun ternyata sebuah
perintah hijrahpun disertakan dalam hadist ini oleh Rasulullah SAW, bermakna
adanya makna historis antara niat dengan hijrah. HIjrah merupakan salah satu
amal yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW dan ummatnya untuk membangun
diri (nafs), tempat peradaban dan aplikasi aturan-aturan Ilahiyah, sehingga
wujudlah Madinah (sebuah tempat peradaban yang didalamnya diberlakukan aturan
Allah oleh manusia). Apa kaitan niat dengan hijrah? Secara historis pada masa itu hijrah menentukan kelanjutan iman seorang muslim. Jadi
jika niat berhijrah mestilah karena Allah dan Rasulnya, bukan untuk mendapatkan
harta, wanita atau bahkan kelimpahan saat mencapai kemenangan. Semua kelimpahan
pada masa yang akan datang adalah efek dari niat tulus kita untuk berhijrah, mengubah
diri menjadi lebih baik, lebih sholeh, lebih sukses dan kemakmuran
lainnya.
Semua Berawal
dari Niat, Niatpun Tak Hanya di Awal Saja
“Sesungguhnya
semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang
diniatkan.” (HR. Bukhori)
Pernahkah anda mendengar celoteh “kamu ini gak
niat”, itu adalah ungkapan kejengkelan seseorang saat melihat bawahan, teman
atau rekan yang tampak kurang serius mengerjakan sesuatu, berarti ia sedang mengerjakan suatu pekerjaan,
bukan sebelum mengerjakan. Niat memang akan tampak sungguh-sungguh atau tidak,
saat seseorang sedang melakukan
pekerjaannya. Contoh gampangnya saja, saat kita sholat, saat niat awal yang
diikuti takbirotul ikrom kita khusuk, namun boleh jadi setelah selesai niat, pikiran kita mengembara kemana-mana, itu karena niat kita hanya di awal saja, maka kembalilah kepada niat semula, jagalah, sehingga kekhusukan akan begitu
terasa. Niat itu adalah sebuah esensi penting yang harus kita bawa kemana-mana
untuk mencapai tujuan akhir, niat juga sebuah visi yang akan membawa kita
kemana kita melangkah, walaupun terkadang kita melupakannya karena menemukan
sesuatu yang baru. Jadi awali semua dengan niat, kemudian jagalah, agar
melakukan sesuatu itu penuh khusuk (dalam urusan ritual) dan penuh serius dalam
urusan mu’amalah sehingga memperoleh khusnul khotimah (akhir yang baik/sukses).
Manajemen
Niat
Niat baik akan membawa kepada kemanfaatan,
niat jahat akan dapat menyeret kepada kemudharatan. Semua akan membawa efek
masing-masing, maka ketulusan niat baik sangat berdampak kepada istiqomahnya
amalan kita. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah manajemen niat, ini bukan bermakna monopoli niat,
tapi lebih ke arah esensinya, agar menemukan
keistiqomahan keridhoan Allah. Karena Allah maha tahu setiap gerakan kita, pun
juga gerik hati kita, sedang berubah-ubah, istiqomah atau condong kepada keburukan. Allah
sangat tahu apakah kita tulus atau bercampur dengan riya’, maka ‘krentek’ hati kita akan
menjadi pemicu gerak dan langkah kita, boleh jadi niat kita ingin mengubah,
namun justru malah terpengaruh dengan fakta yang cenderung mundur, itu karena
manajemen niat kita yang lemah. Mari kita
renungi peringatan Allah berikut ini :
“Dan
janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari negerinya (untuk
berjihad di jalan Allah) dengan berlagak sombong dan menunjuk-nunjuk (riya’)
kepada orang ramai.” [al-Anfal 8:47]
Setiap manusia yang sedang berniat baik, iblis
tidak pernah terima, berbagai cara ia lakukan untuk mengurungkan niat kita.
Perangkap yang bernama riya’ disiapkan untuk merusak niat baik kita, maka
waspadalah. Setiap kebaikan murni akan terasa baik pula oleh nurani kita dan
nurani manusia yang melihatnya, apalagi Allah yang maha tahu. Maka mengatur niat perlu kita lakukan agar tidak menemukan
kesia-siaan. Ada tiga hal yang dapat merusak niat :
1.
Riya’, sebuah
sifat perusak niat baik, yang menyimpan kepentingan agar kita dinilai baik,
hebat, dan kuat. Ini bisa dirasakan atau
bahkan kita tutupi dengan pembenaran-pembenaran sikap kita.
2.
Takabur, sebuah
sikap yang menjadikan kita lupa diri dan lupa dengan niat baik semula, niat
kita akan berantakan manakala dihinggapi oleh sikap sombong, karena takabur
akan melenakan kita, karena selalu merasa besar dan tidak rendah hati, sehingga
bisa jadi menutup rapat-rapat niat baik yang sudah kita susun rapi.
3.
Putus asa, tak
ada harapan lagi, ini yang dirasakan saat kita putus asa, ikhtiar kita serasa
mentok, tak ada lagi peluang sehingga niat awal kita menjadi seolah
tak terkejar.
Jauhilah tiga sikap tersebut di atas jika anda
ingin niat anda terjaga sampai pada proses pencapaiannya dan
mendapatkan ridho Allah SWT.
Adapun penyembuhnya juga ada 3, yakni :
1.
Ikhlash, kunci
diterimanya sebuah amal adalah ikhlash, niatkan semua amal kita dengan ikhlash, pasti tidak akan sia-sia. Hanya dengan
mengikhlaskan niat dan menjalankan niat dengan ikhlash kita akan menjadi lapang
saat niat kita belum tercapai dan akan segar kembali manakala menemukan
kebuntuan. Karena demikian perintah Allah dalam menjalankan ibadah, sebagaimana
firman-Nya :
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.”(QS Bayyinah : 5)
2.
Sungguh-sungguh,
niat yang sungguh-sungguh bermakna actionnya juga
sungguh-sungguh. Kalau hanya di awal saja, akan membawa kesia-siaan tenaga dan
waktu kita. Maka marilah kita jaga kesungguhan niat kita, niscaya akan berefek
kapada kekhusukan/ konsentrasi ibadah kita, baik dalam
konsep ritual maupun aktual.
3.
Sabar, banyak
yang beranggapan bahwa sabar itu bersifat defensif (bertahan),
padahal nilai sabar itu adalah bergerak menjunjung niat baik yang telah kita
tanam. Namun dalam situasi tertentu sabar dalam interprestasi bertahan sangat
perlu, sekedar untuk refresh agar kita tidak mundur dan stress. Ya, dengan sabar, stress akan pergi, dengan sabar kita akan dapat menjaga niat
kita. Sabarlah saat mengamalkan niat kita niscaya akan menemukan pencapaian
maksimal. Kalaupun niat baik anda yang ikhlash ternyata dipersepsikan buruk
oleh orang lain, maka itu adalah ujian karena misi dan niat yang kita bawa belum nyambung. Sebagaimana Q.S. Al Kautsar : 3, “Sesungguhnya orang-orang
yang membenci kamu dialah yang terputus”.
Manajemen niat,
bermakna manajemen perasaan, agar kita tidak mudah
putus asa dengan niat. Jagalah niat kita dengan ikhlash dan sungguh-sungguh mengamalkannya, niscaya akan
menemukan ketenangan dan kekhusukan dalam menjalankan perintah Allah serta
meraih ridho-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar