Ad (728x90)

Selasa, 21 Februari 2012

Filled Under:

Niat


SEMUA BERAWAL DARI NIAT
Oleh : Rofiq Abidin

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.
(QS. Asy Syuura :20).

Dalam setiap pekerjaan kita, ada sebuah kehendak hati yang menggerakkan langkah kita, ialah niat. Semua yang kita lakukan menyimpan kepentingan-kepentingan, bisa jadi kepentingan itu bermanfaat, mudharat atau bahkan kepentingan itu kosong hanya sebatas kepuasan. Niat merupakan ruh dalam amal, niatlah yang akan menjaga semangat kita dan memotivasi kita. Jika kita mulai lemah dan lesu dalam mencapai sesuatu, kembalilah kepada niat baik anda, karena niat menyimpan tujuan, kepentingan dan obsesi anda. Niat akan meminyaki api semangat anda, karena getaran niat ini akan benar-benar menggetarkan emosi anda jika dilakukan dengan ikhlas dan penuh khusyuk. Niat dapat mengembalikan kita untuk kembali, kembali kepada jalan kebenaran, yakni jalan Allah. Jika kita mulai berbelok arah, niatkan kembali karena Allah. Boleh jadi kita melakukan sesuatu tapi tidak sesuai dengan niat kita, kita meninggalkan niat yang pernah kita ikrarkan dalam hati dan kita komitmenkan dengan lisan, kita jadi berpaling dari arah tujuan semula. Islam sangat memperhatikan urusan niat ini, setiap amal dan peribadatan kita memang sangat ditentukan oleh niat. Rasulullah menegaskan dalam buah tuturnya (Al Hadits) :
Daripada ‘Umar bin al-Khaththab RA, dia berkata, Rasulullah (shalawat dan salam ke atas baginda) bersabda: “Sesungguhnya amal itu tidak lain hanyalah dengan niat dan sesungguhnya bagi setiap orang hanyalah apa yang dia niatkan. Maka barang siapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang berhijrah untuk dunia yang dia inginkan atau kerana seorang wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia berhijrah kerananya.

Niat dan Hijrah
Buah tutur Rasulullah SAW yang tertulis di atas ada dalam kitab Riadus Shalikhin pada halaman pertama, perihal ini menjadikan saya tertarik untuk membaca berulang-ulang, karena selama ini rata-rata kita hanya mendapat penggalan hadistnya saja yakni “insnamal a’malu bin niat” (sesungguhnya setiap amal tergantung/dengan niatnya). Namun ternyata sebuah perintah hijrahpun disertakan dalam hadist ini oleh Rasulullah SAW, bermakna adanya makna historis antara niat dengan hijrah. HIjrah merupakan salah satu amal yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW dan ummatnya untuk membangun diri (nafs), tempat peradaban dan aplikasi aturan-aturan Ilahiyah, sehingga wujudlah Madinah (sebuah tempat peradaban yang didalamnya diberlakukan aturan Allah oleh manusia). Apa kaitan niat dengan hijrah? Secara historis pada masa itu hijrah menentukan kelanjutan iman seorang muslim. Jadi jika niat berhijrah mestilah karena Allah dan Rasulnya, bukan untuk mendapatkan harta, wanita atau bahkan kelimpahan saat mencapai kemenangan. Semua kelimpahan pada masa yang akan datang adalah efek dari niat tulus kita untuk berhijrah, mengubah diri menjadi lebih baik, lebih sholeh, lebih sukses dan kemakmuran lainnya.

Semua Berawal dari Niat, Niatpun Tak Hanya di Awal Saja
Sesungguhnya semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang diniatkan. (HR. Bukhori)
Pernahkah anda mendengar celoteh “kamu ini gak niat”, itu adalah ungkapan kejengkelan seseorang saat melihat bawahan, teman atau rekan yang tampak kurang serius mengerjakan sesuatu, berarti ia sedang mengerjakan suatu pekerjaan, bukan sebelum mengerjakan. Niat memang akan tampak sungguh-sungguh atau tidak, saat seseorang sedang melakukan pekerjaannya. Contoh gampangnya saja, saat kita sholat, saat niat awal yang diikuti takbirotul ikrom kita khusuk, namun boleh jadi setelah selesai niat, pikiran kita mengembara kemana-mana, itu karena niat kita hanya di awal saja, maka kembalilah kepada niat semula, jagalah, sehingga kekhusukan akan begitu terasa. Niat itu adalah sebuah esensi penting yang harus kita bawa kemana-mana untuk mencapai tujuan akhir, niat juga sebuah visi yang akan membawa kita kemana kita melangkah, walaupun terkadang kita melupakannya karena menemukan sesuatu yang baru. Jadi awali semua dengan niat, kemudian jagalah, agar melakukan sesuatu itu penuh khusuk (dalam urusan ritual) dan penuh serius dalam urusan mu’amalah sehingga memperoleh khusnul khotimah (akhir yang baik/sukses).

Manajemen Niat
Niat baik akan membawa kepada kemanfaatan, niat jahat akan dapat menyeret kepada kemudharatan. Semua akan membawa efek masing-masing, maka ketulusan niat baik sangat berdampak kepada istiqomahnya amalan kita. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah manajemen niat, ini bukan bermakna monopoli niat, tapi lebih ke arah esensinya, agar menemukan keistiqomahan keridhoan Allah. Karena Allah maha tahu setiap gerakan kita, pun juga gerik hati kita, sedang berubah-ubah, istiqomah atau condong kepada keburukan. Allah sangat tahu apakah kita tulus atau bercampur dengan riya’, maka krentek hati kita akan menjadi pemicu gerak dan langkah kita, boleh jadi niat kita ingin mengubah, namun justru malah terpengaruh dengan fakta yang cenderung mundur, itu karena manajemen niat kita yang lemah. Mari kita renungi peringatan Allah berikut ini :
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari negerinya (untuk berjihad di jalan Allah) dengan berlagak sombong dan menunjuk-nunjuk (riya’) kepada orang ramai. [al-Anfal 8:47]
Setiap manusia yang sedang berniat baik, iblis tidak pernah terima, berbagai cara ia lakukan untuk mengurungkan niat kita. Perangkap yang bernama riya’ disiapkan untuk merusak niat baik kita, maka waspadalah. Setiap kebaikan murni akan terasa baik pula oleh nurani kita dan nurani manusia yang melihatnya, apalagi Allah yang maha tahu. Maka mengatur niat perlu kita lakukan agar tidak menemukan kesia-siaan. Ada tiga hal yang dapat merusak niat :
1.    Riya’, sebuah sifat perusak niat baik, yang menyimpan kepentingan agar kita dinilai baik, hebat, dan kuat. Ini bisa dirasakan atau bahkan kita tutupi dengan pembenaran-pembenaran sikap kita.
2.    Takabur, sebuah sikap yang menjadikan kita lupa diri dan lupa dengan niat baik semula, niat kita akan berantakan manakala dihinggapi oleh sikap sombong, karena takabur akan melenakan kita, karena selalu merasa besar dan tidak rendah hati, sehingga bisa jadi menutup rapat-rapat niat baik yang sudah kita susun rapi.
3.    Putus asa, tak ada harapan lagi, ini yang dirasakan saat kita putus asa, ikhtiar kita serasa mentok, tak ada lagi peluang sehingga niat awal kita menjadi seolah tak terkejar.
Jauhilah tiga sikap tersebut di atas jika anda ingin niat anda terjaga sampai pada proses pencapaiannya dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Adapun penyembuhnya juga ada 3, yakni :
1.    Ikhlash, kunci diterimanya sebuah amal adalah ikhlash, niatkan semua amal kita dengan ikhlash, pasti tidak akan sia-sia. Hanya dengan mengikhlaskan niat dan menjalankan niat dengan ikhlash kita akan menjadi lapang saat niat kita belum tercapai dan akan segar kembali manakala menemukan kebuntuan. Karena demikian perintah Allah dalam menjalankan ibadah, sebagaimana firman-Nya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.(QS Bayyinah :  5)
2.    Sungguh-sungguh, niat yang sungguh-sungguh bermakna actionnya juga sungguh-sungguh. Kalau hanya di awal saja, akan membawa kesia-siaan tenaga dan waktu kita. Maka marilah kita jaga kesungguhan niat kita, niscaya akan berefek kapada kekhusukan/ konsentrasi ibadah kita, baik dalam konsep ritual maupun aktual.
3.    Sabar, banyak yang beranggapan bahwa sabar itu bersifat defensif (bertahan), padahal nilai sabar itu adalah bergerak menjunjung niat baik yang telah kita tanam. Namun dalam situasi tertentu sabar dalam interprestasi bertahan sangat perlu, sekedar untuk refresh agar kita tidak mundur dan stress. Ya, dengan sabar, stress akan pergi, dengan sabar kita akan dapat menjaga niat kita. Sabarlah saat mengamalkan niat kita niscaya akan menemukan pencapaian maksimal. Kalaupun niat baik anda yang ikhlash ternyata dipersepsikan buruk oleh orang lain, maka itu adalah ujian karena misi dan niat yang kita bawa belum nyambung. Sebagaimana Q.S. Al Kautsar : 3, “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”.
Manajemen niat, bermakna manajemen perasaan, agar kita tidak mudah putus asa dengan niat. Jagalah niat kita dengan ikhlash dan sungguh-sungguh mengamalkannya, niscaya akan menemukan ketenangan dan kekhusukan dalam menjalankan perintah Allah serta meraih ridho-Nya.
Asbabun nuzul

Rofiq Abidin

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

 

We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © RAHMATAN LIL ALAMIN 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Templateism