Ad (728x90)

Selasa, 28 Agustus 2012


Menikmati Ujian
oleh : Rofiq Abidin


Jika dalam benak kita banyak bergelantungan masalah, bukan untuk dihindari, tapi diberi solusi. Namun setelah diberi solusi, masalah itu datang lagi dan datang lagi. Ia hadir lalu pergi, sejenak menghilang lalu menyapa kita lagi, ya masalah inilah yang terus datang sebagai bagian dari hidup kita. Sebenarnya tanpa masalah kita bukan apa-apa, karena eksistensi hidup kita ditentukan seberapa pandai kita mengelola masalah. Tinggal bagaimana kita menerima lalu mengurainya dan menjadikan ia sesuatu yang berharga. Saya jadi teringat ketika melakukan pemanasan dalam berolah raga, saat melakukan gerakan split (membelah) kedua kaki, seorang instruktur pernah menghibur saya, “nikmati saja sakitnya”, kontan saja saya bergumam “apanya yang dinikmati, wong sakitnya luar biasa”. Karena semangat belajar yang tinggi, akhirnya hal ini menjadi biasa, dengan mencoba menikmati sakitnya. Ternyata hal ini merupakan pelajaran, bahwa ketika ujian datang bertubi-tubi, maka nikmati saja, karena ujian yang datang memang sudah selazimnya datang. Orang besar tergambar dari banyaknya masalah yang ditangani dan ia pandai mengelola masalah/ ujian/ amanah itu.

Cara menikmatinya
Dalam persepsi kita musibah itu ujian dan kesenangan itu anugerah, namun bagaimana jika pola pikir ini kita balik, musibah adalah anugerah dan kesenangan adalah ujian? Saat- saat tertentu kita memang harus menikmati kesenangan sebagai anugerah, namun dengan cara mensyukurinya, ingat, bukan pada pemborosannya. Nah, boleh jadi kesenangan yang di depan kita adalah ujian atas keimanan kita, lengahkah kita atau kita akan lebih baik dan lebih bersyukur. Dan bagaimana jika musibah adalah anugerah yang datang menghampiri menawarkan sebuah keasyikan, kenapa saya sebut keasyikan, karena dengan menyelesaikan masalah dengan asyik kita akan menikmati masalah ini, coba lihat bagaimana seorang anak kecil yang sedang asyik dengan permainannya, dia menemukan kesulitan tapi ia tetap asyik memainkannya. Berikut ini tips menikmati masalah kita :
1.      Anggap sebuah masalah adalah peluang
Setiap datang masalah, maka itu gandeng dengan hadiah. Ada sebuah nilai positif yang dapat memberikan kita kebaikan, atau dalam bahasa spiritualnya balasan/ pahala dari Allah yang akan dihadiahkan untuk kita. Dari sini kita akan selalu berperasaan positif terhadap segala masalah yang datang menghampiri kita, sehingga kita bergairah menyelesaikannya.
2.      Mainkan dengan penuh keasyikan
Jadikan semuanya asyik, karena keasyikan akan memberikan kita lebih menikmati sesuatu, walau orang mengatakannya sakit. Dengan keasyikan ini, kita akan banyak menemukan inspirasi, ide dan gagasan, anehnya ini muncul seolah tanpa sadar. Kita sendiri pelakunya, bukan orang lain, maka kita yang harus mengolah masalah menjadi anugerah.
3.      Syukuri keadaan anda dengan segala sesuatu yang anda miliki hari ini
Apapun keadaan kita hari ini mari kita syukuri, ada maksud dan hikmah di balik keadaan kita hari ini. Yang sedang merasa di atas, maka syukurilah dan waspadalah, yang sedang merasa di bawah, maka syukurilah karena ada hadiah besar yang akan memampukan dan membawa anda menjadi di atas, ialah masalah yang dapat membawa kepada apa yang anda inginkan.
Jadi bagaimana, benarkah masalah itu anugerah dan kesenangan itu ujian? Tinggal bagaimana kita memainkan semuanya dengan asyik. Selamat mencoba!

  • IdeSegar
  • Ide Segar

    Pesan Ilahiyah


    Memilih Takdir
    Oleh : Rofiq Abidin

    "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan
    (semua mahluk) dan menyempurnakannya, yang memberi takdir kemudian memberikan petunjuk (mengarahkannya). (QS. Al  A’la 1-3)
      
    Membicarakan masalah takdir dari meja ke meja tak akan pernah ada habisnya, karena perihal yang satu ini adalah perihal yang tampak rumit dan bisa menimbulkan perdebatan yang kontraproduktif, namun jangan sampai mengurangi keyakinan kita pada Rukun Iman yang keenam yakni beriman kepada qadha’ dan qadar. Pada zaman Rasulullah SAW keyakinan tentang takdir sangat kokoh dan Rasullah SAW tetap melakukan ikhtiar dan mengajak umatnya menyingsingkan baju untuk berusaha meraih takdir terbaik. Dalam perangpun juga masih perlu melakukan perjuangan untuk mendapatkan kemenangan, tidak semata-mata meyakini takdir, lantas kemudian pasrah apa adanya dalam berjuang. Pemahaman tentang qadha’ dan qadar sangat tepat pada zaman Rasullah karena mendapat bimbingan langsung dari Rasulullah SAW. Kata takdir (taqdir) berasal dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi penilaian atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah telah menakdirkan demikian, "maka itu berarti," Allah telah memberi penilaian / ukuran / batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya. Pada dasarnya Allah telah menetapkan rumus-rumus kehidupan secara global, inilah yang disebut “qadha’, seperti setiap manusia pasti mati. Adapun qadar adalah rumusan-rumusan Ilahi secara rinci, seperti manusia akan mati seperti apa dan bagaimana. Jadi qadha’ dan qadar adalah sistem Allah yang dibuat yang berlaku di dunia ini pada siapapun dan apapun. Hanya kita sebagai manusia dipersilahkan untuk memilih taqdir, mau beriman silahkan, mau ingkar juga bias, masing-masing ada taqdir-Nya. Allah menghendaki kita memilih taqdir yang terbaik buat kita. Sedangkan alam raya ini tidak bisa memilih Taqdir-Nya. Mari kita tela’ah firman Allah berikut ini :
     
    dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua (QS. Yaa Sin : 38-39)
     
    Alam raya ini hanya mengikuti takdir Allah yang telah ditetapkan oleh Allah tanpa bisa memilih, karena satu yang tidak dimilikinya namun dimiliki oleh manusia, yakni “akal” yang dalam Q.S 16:78 meliputi pendengaran, penglihatan dan perasaan. Jadi matahari dan bulan berjalan sebagaimana garis edarnya, itulah rumusan Allah yang telah ditetapkan untuknya. 
     
    Rumus Ilahiyah 
    Jika kita bicara rumus maka ia adalah sesuatu cara yang pasti dalam menentukan suatu nilai tertentu. Nah, takdir adalah rumus-rumus Allah yang telah dirancang berdasarkan ukuran-ukuranNya yang pasti adil dan pasti akurat. Alam semesta ini sengaja Allah hamparkan di muka bumi ini agar kita bisa memilih dan menemukan taqdir yang terbaik untuk kita. Pilihan rezeki terbaik, jodoh terbaik, karir terbaik, kesejahteraan terbaik, nasib yang terbaik dan lain-lain  haruslah tetap melalui usaha bukan menunggu datang, nanti Allah yang akan mengevaluasi usaha kita dan mengarahkan kita pada takdir terbaik kita. Kalau boleh saya gambarkan takdir itu seperti seperangkat komputer. Rumusan-rumusan Allah yang telah tertulis itu adalah softwarenya, ikhtiar dan tawakal kita adalah gerakan tangan kita yang mengotak-atik keyboardnya dan otak kita yang mengatur keputusan memilih tombol yang mana, selanjutnya Allah mengevaluasi ikhtiar kita dan diputuskanlah takdir kita. Jadi Komputer ini tidak akan bermakna apa-apa manakala tidak ada gerakan dari tangan kita dan otak kita yang memilih sesuai ilmu dan kebijakan kita. Boleh jadi kita telah berusaha menggerakkan langkah dan memfungsikan otak kita dengan maksimal, namun ada evaluasi Allah yang menghendaki kita untuk tidak mendapatkan nilai yang kita harapkan, itupun juga yang terbaik dari ketentuan Allah yang diputuskan kepada kita, karena Allah punya pertimbangan sendiri, karena Allah maha berkehendak. Mungkin saja, niat kita kurang ikhlas, kita melupakan do’a atau mungkin usaha kita ternyata melenceng dari rumusan Allah, padahal kita merasa sudah tepat. Itu adalah bagian dari proses dan evaluasi Allah terhadap ikhtiar kita, jika kita tetap sabar dan tawakal maka Allah akan melipatgandakan hasilnya di kemudian hari, yang pasti semua hasil takdir itu adalah yang terbaik untuk kita, karena Allah Maha Adil.

    Memilih Takdir Terbaik
    Hidup adalah pilihan, keadaan kita hari ini adalah efek dari pilihan-pilihan kita kemarin. Jadi tak perlu terlalu dalam menyesali pilihan salah dari sikap kita pada masa lalu, yang perlu adalah mengambil hikmah dari pilihan kita kemarin, selanjutnya menetapkan sikap pada hari ini, demi masa depan takdir kita selajutnya. Hanya kepada Alah tempat bergantungnya harapan, kita harus tetap mengedepankan ikhtiar dan tawakal dan kita juga bebas memilih cara apa untuk mencapai takdir yang kita harapkan. Namun hasil tetap di tangan Allah sesuai rumusan-rumusan yang telah ditetapkan dan evaluasi-evaluasi adil-Nya terhadap cara-cara kita. Jika kita muslim maka pakailah cara-cara islami, karena itu akan membawa ketentraman bagi bathin kita dan keberkahan hidup, pun juga akan berefek di akhirat nantinya. Banyak pilihan-pilihan yang terhampar di muka bumi, banyak cara-cara yang berseliweran muncul di benak kita untuk mendapatkan takdir kita, namun cara-cara itu sendiri juga ada rumusannya, apakah cara halal ataukah cara haram, itu juga pilihan takdir, kita yang memilihnya. Pada dasarnya kita telah diberikan kadar dalam memilih, karena Allah memberikan kita beban sesuai kesanggupan kita, namun terkadang kita menerjangnya dengan memilih cara salah (menurut rumusan Allah) yang mengakibatkan kita seakan tidak kuat, nah di sinilah perlunya kita mengimani “qadha dan qadar”, semuanya sudah diatur dalam rumus takdir. Bukannya sudah tertulis kesialan kita, tapi ada evaluasi Allah yang mengharuskan kita menerima ujian itu. Boleh jadi Allah hendak menaikkan derajat kita dengan menunda takdir kepada kita, atau boleh jadi ada maksud Allah untuk menyelamatkan kita, karena Allah sayang kepada kita, jadi berprasangka baik saja kepada Allah, itulah sikap bijak mukmin yang benar-benar mengimani Rukun Iman yang keenam yakni “iman kepada qadha’ dan qadar”. Mari kita hayati Pesan Allah berikut ini :

    "Allah telah menetapkan untuk segala sesuatu kadarnya" (QS Al-Thalaq [65]: 3)
     
    Jelas bahwa Allah telah membuat ukuran/ kadar kemampuan atau yang bisa kita sebut takdir. Takdir/ kadar kemampuan kita telah diukur, kadar pilihan kita juga menjadi penentu nasib kita, karena Allah akan mengarahkan kita setelah kita mau melakukan gerakan perubahan terhadap nasib kita, jika tidak adanya tindakan, Allahpun juga telah menetapkan takdir pada kita, yaitu tidak mendapat apa-apa, lha wong kita gak berbuat, mana mungkin kita dapat?

    Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mau mengubahnya sendiri (QS. Ar Radu : 12)

    Jadi pilihlah takdir kita, Allah yang akan mengarahkan kita, mengevaluasi ikhtiar kita dan syukurilah hasil takdir kita yang telah ditetapkan oleh-Nya. Namun ingatlah bahwa dalam memilih takdir itu terhampar banyak cara, tapi tetap ada dua dalam rumusan-Nya, ialah cara yang halal atau cara yang haram. Pilihlah cara yang halal, cara Islami karena itu akan membawa kita kepada nilai kebahagiaan yang hakiki yakni ketenteraman hati dan kesenangan di akhirat nanti. Kiranya demikian ikhtiar penulis, semoga bermanfaat dan apabila ada kesalahpahaman dalam penulisan, marilah kita ambil nilai positifnya agar kita dapat tetap mengimani “qadha’ dan qadar” yang telah Allah tetapkan bagi kita, bagi alam dan kehidupan ini.
     
     
     
    Tazkiyah

    Senin, 27 Agustus 2012

    Tazkiyah


    Hanya Aku dan DIA
    Oleh : Rofiq Abidin

    “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.” (QS. Az Zumar : 23)

    Allah saja yang tidak akan pernah mengecewakan kita, kita sesama manusia tidak akan bisa memuaskan semua keinginan manusia, karena manusia punya hawahu (hawa nafsu), baik yang muncul dalam bentuk nafs amarah maupun nafs-nafs buruk lainnya. Tata tertib hidup yang dibuat oleh Allah dalam firman-Nyalah yang akan menunjuki dua jalan, yakni jalan yang benar dan jalan yang salah beserta dengan
    resikonya, tergantung pilihan hidup kita. Inilah pengendali hawahu itu, jadi datanglah kepada Allah dengan penuh ketundukan, niscaya akan menemukan ketenangan dan ketentraman. Kita pasti pernah kecewa dengan seseorang, dengan keadaan atau bahkan dengan diri kita sendiri, namun Allah tidak pernah meninggalkan kita. Banyak ayat-ayat yang diperlihatkan kepada kita, yang diperdengarkan kepada kita, baik ayat-ayat yang ada dalam Al Kitab, maupun tanda-tanda kekuasaan di alam raya ini. Kerinduan untuk terus mendekat kapada Allah terkadang hanya muncul saat kita sedih, saat kita sedang dalam tekanan, ketika dalam masalah, namun saat dalam kelimpahan kita lupa dan mungkin kadang-kadang kita pura-pura lupa. Entah mungkin kita terlalu asyik dengan urusan dunia, sehingga PetunjukNya pun kita tinggalkan dan hanya menjadi bacaan semata. Begitukah seharusnya, bukankah Allah menurunkannya untuk dijadikan pedoman disetiap sudut masalah kita?.

    Hanya dengan mengingat-Nya
    Saat kita mendapati diri kita pasrah, saat itu kita merasakan hanya Dia harapan terakhir. Padahal Allah sudah mengulurkan tangan-Nya untuk kita sejak awal, namun kita tidak mau datang kepada-Nya. Ya, lagi-lagi keasyikan dunia yang menutupi semua, seolah-olah kita bisa menangani semua tanpa-Nya. Sadarlah bahwa dengan datang kepada-Nya, baik melalui shalat, melalui do’a atau melalui firman-Nya kita akan merasa tenang, tentram dan nyaman. Sebagaimana Allah berfirman :

    “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d : 28)

    Pesan Ilahi tersebut di atas menerangkan bahwa orang- orang beriman yang telah sadar/ taubat akan menemukan sebuah ketentraman saat mengingat Allah. Dzikir yang khusuk, sholat yang khusuk, zakat yang khusuk (tanpa riya’) akan terasa memuaskan hati dan menyamankan jiwa, itu semua karena Allah, kita tulus ikhlas melakukannya hanya untuk-Nya. Bukankah kita selalu berkomitmen saat kita sedang sholat bahwa “sholatku, pengorbananku, hidup dan matiku “lillahirobbil’ alamin” (untuk Rabb/ Pengatur Alam yakni Allah SWT). Komitmen kita itupun diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya :

    “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, pengorbananku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am : 162)

    Saat kita mengucapkannya dengan khusuk “hanya aku dan Dia”, maka kontak langsung dengan-Nya akan menghadirkan ketenangan, ketundukan dan kecintaan kita seluruhnya untuk sang Khalik. Hanya dengan mengingat Allah, jiwa kita akan kembali bersih dan kembali lurus sehingga ketentraman yang tiada tara bisa kita rasakan. Namun beda manakala kita melakukan shalat tapi tidak khusuk, kadang ingat Allah, kadang pikiran melayang kemana-mana, yang ada justru kita ingat kita meletakkan kunci kendaraan di mana, menyimpan uang di mana dan lain- lain. Usia kita semakin bertambah, marilah kita niatkan untuk mengingat-Nya dengan khusuk, bukan untuk mendapat ketenangan, namun lebih kearah pengabdian/ persembahan yang benar dan ikhlas, karena ketenangan otomatis akan kita dapatkan manakala kita khusuk dan sungguh-sungguh dalam mengibadati-Nya.

    Hanya Aku dan Dia
    Romantisme kita dalam mengibadati Allah memiliki cerita masing-masing, seiring dengan fluktuasi iman kita. Suatu saat kita merasa butuh untuk dekat kepada-Nya, suatu saat kita membenarkan sikap dengan mengabaikan pengawasan-Nya. Allahpun dekat jika kita mau dekat, bahkan Allah lebih mendekat, namun jika kita meninggalkan-Nya, Allahpun tetap mengawasi kita, menilai kita, menghitung semua sikap kita dengan detail, kemudian memberi balasan sesuai apa yang kita lakukan, tak ada yang salah dengan perhitungan-Nya. Sebuah romantisme yang indah manakala seorang manusia mencintai dan dicintai Allah. Muhammad SAW adalah sosok kekasih Allah yang membuktikannya. Keluhuran akhlak Rasulullah SAW
    dan amanah beliau dalam menjalankan misi kenabiannya serta prestasi ibadahnya menjadikannya manusia tersukses yang meraih cinta Allah SWT. Keteladanan beliau menjadikan semua ingin sepertinya, namun tak mudah meniru perilaku luhur beliau, prestasi ibadah beliau dan rasa cinta beliau kepada Allah. Kunci dari semua adalah pandai-pandailah memupuk iman, ikuti kata iman kita, karena di dalam iman kita ada irodah-Nya yang akan selalu mengingatkan saat kita mulai keluar dari jalur yang benar, menuntun kita pada kebahagiaan. Kita mulai instrospeksi dari sholat kita, berapa kali kita sholat khusuk, padahal jatah usia kita semakin berkurang.

    “(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatNya.” (QS. Al Mukminuun : 2)

    Mukmin yang beruntung ialah mukmin yang khusuk dalam sholatnya, itu janji Allah dalam Al Qur’an. Jadi iman kita menjadi syarat utama kita untuk khusuk, dan khusuk akan datang manakala kesungguhan kita untuk khusuk itu ada, pun juga penghayatan dalam sholat, tanpa kesungguhan niat dan penghayatan tidak mungkin kita mendapatkan khusuk. Selanjutnya khusuk inilah yang akan menenteramkan bathin kita, merefresh jiwa kita sehingga kita akan senantiasa siap menghadapi tantangan ke depan. Semoga saja romantisme ibadah saya dengan Allah SWT dan kita semua dengan Allah terus mengalami peningkatan, demikian juga dengan prestasi amal kita, seiring jatah usia kita yang makin berkurang hingga kelak kita kembali kepada-Nya dengan ridho-Nya.
    Tazkiyah

    Mind set



    MUKMIN VISIONER
    Oleh : Rofiq Abidin

    Sebuah pencapaian besar bermula dari mimpi-mimpi besar, selanjutnya diaktualisasikan  dengan semangat besar dan kerja keras. Tak terkecuali mukmin, pun berangkat dari sebuah visi yang ditanam sejak dini. Sosok nabi visioner yang menjadi panutan segenap manusia adalah Ibrahim AS dan Muhammad SAW, beliau-beliau ini telah menginterprestasikan risalah Allah dengan visi besar, sehingga Peradaban Islam dibangun dari generasi ke generasi. Beliau bersama sahabat setianya memulai dengan membangun sesuatu yang fundamental yakni aqidah, selanjutnya diikuti dengan pembangunan lahiriah, yakni wadah untuk menyatukan kekuatan, ialah masjid sebagai pusat pendidikan dan penggemblengan aqidah.
                Akhir-akhir ini berkembang pelatihan-pelatihan dan simposium yang didalamnya mengambil nilai-nilai Islam sebagai materinya. Ini merupakan dakwah modern yang mengikuti perkembangan zaman, namun sayang jika ada di antara pemateri ini yang kurang begitu memahami maknawiah sesungguhnya dan hanya dikorelasikan dengan bisnis, sehingga spirit dakwah dan ritualnya kurang menyentuh pesertanya. Seorang mukmin visioner akan memiliki naluri dakwah yang tinggi, karena kecintaannya kepada Islam. Jika boleh mengamati, mukmin visioner dari mulai para nabi hingga masa kini biasanya memiliki beberapa sifat dan sikap berikut ini :
    1.      Islam minded, kecintaannya kepada Islam tak bisa ditawar, baginya Islam adalah harga mati. Sikap dan idenya selalu merujuk kepada Al-qur’an dan Al Hadits. Semua pemikiran dan sikapnya selalu dikembalikan kepada nilai-nilai Ilahiyah. Ia benar-benar tegas menolak sesuatu yang berseberangan dengan nilai-nilai Islam.
    2.      Empati sosial, ia bukan bisnisman yang memikirkan diri sendiri, tapi ia selalu peduli demi kemajuan Ummat dan Dinul Islam. Ia tak pernah merasa lelah untuk urusan kemanusiaan, membangun Ukhwah Islamiah, lebih-lebih lagi untuk kemajuan Peradaban Islam.
    3.      Militansi aqidah, keyakinannya yang mendalam menjadikan seorang mukmin visioner memiliki militansi yang tinggi, ia siap apa saja demi mentegakkan Nilai-Nilai Islamiyah.
    4.      Naluri dakwah yang tinggi, dimana saja, kapan saja, berperan sebagai apa saja ia tampak tegak dengan komitmen besar terhadap syari’ah. Ide yang ia gagas tentang  Visi Islam akan terus diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, baik dimulai dari diri, keluarga, lingkungan dan bangsanya.
    Sebuah visi kemajuan yang diusung oleh para nabi dan para rasul, kemajuan berfikir, kemajuan berusaha dan kemajuan dalam segala bidang. Seorang mukmin visioner selalu open minded, namun tetap berpegang teguh kepada Ajaran Ilahi. Karena pandangannya yang jauh ke depan menjadikannya selalu menjadi pelopor menuju perubahan nyata. Mari kita teladani bagaimana Nabi Ibrahim mendongkrak paganisme Namruj yang begitu kokoh dan Nabi Muhammad yang dengan sabar membangun kekuatan di Madinah Al Munawarah, hingga kita menemukan zaman keemasan pada masa-masa Dinasti Abbasiyah, dimana muncul ilmuwan-ilmuwan muslim terkemuka yang menjadi dasar perubahan-perubahan modern pada saat ini. Namun bagaimana dengan sekarang?, mukmin visionerlah yang akan menjawabnya. Semoga saja kita Umat Islam dapat kembali bangkit, membangun Peradaban Islami yang penuh damai, adil dan sejahtera, dimulai dari diri kita.
    Ide Segar

    SEMUA BERAWAL DARI NIAT
    Oleh : Rofiq Abidin

    Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (QS. Asy Syuura :20).

    Dalam setiap pekerjaan kita, ada sebuah kehendak hati yang menggerakkan langkah kita, ialah niat. Semua yang kita lakukan menyimpan kepentingan-kepentingan, bisa jadi kepentingan itu manfaat maupun mudharat atau bahkan kepentingan itu kosong hanya sebatas kepuasan. Niat merupakan ruh dalam amal, niatlah yang akan menjaga semangat kita dan memotivasi kita. Jika kita mulai lemah dan lesu dalam mencapai sesuatu, kembalilah kepada niat baik anda, karena niat menyimpan tujuan, kepentingan dan obsesi anda. Niat akan meminyaki api semangat anda, karena getaran niat ini akan benar-benar menggetarkan emosi anda jika dilakukan dengan ikhlas dan penuh khusuk. Niat dapat mengembalikan kita untuk kembali, kembali kepada jalan kebenaran, yakni jalan Allah, jika kita mulai berbelok arah, niatkan kembali karena Allah. Boleh jadi kita melakukan sesuatu tapi tidak sesuai dengan niat kita, kita meninggalkan niat yang pernah kita ikrarkan dalam hati, yang selanjutnya kita komitmenkan dengan lisan, karena ada yang melenakan, memalingkan arah tujuan semula. Islam sangat memperhatikan tentang urusan niat ini, karena dalam setiap amal dan peribadatan sangat ditentukan oleh niat. Rasulullah menegaskan dalam buah tuturnya (Al Hadits) :
    Daripada ‘Umar bin al-Khaththab RA, dia berkata, Rasulullah (selawat dan salam ke atas baginda) bersabda: “Sesungguhnya amal itu tidak lain hanyalah dengan niat dan sesungguhnya bagi setiap orang hanyalah apa yang dia niatkan. Maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk dunia yang dia inginkan atau kerana seorang wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia berhijrah kerananya.

    Niat dan Hijrah
    Buah tutur Rasulullah SAW yang tertulis di atas ada dalam kitab Riadus Shalikhin pada halaman pertama, perihal ini menjadikan saya tertarik untuk membaca berulang ulang, karena selama ini rata-rata kita hanya mendapat penggalan hadistnya saja yakni “insnamal a’malu bin niat” (sesungguhnya setiap amal tergantung/dengan niatnya). Namun ternyata sebuah perintah hijrahpun disertakan dalam hadist ini oleh Rasulullah SAW, bermakna adanya makna historis antara niat dengan hijrah. HIjrah merupakan salah satu amal yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW dan ummatnya untuk membangun diri (nafs), tempat peradaban dan aplikasi aturan-aturan Ilahiyah, sehingga wujudlah Madinah (sebuah tempat peradaban yang didalamnya diberlakukan aturan Allah oleh manusia). Apa kaitan niat dengan hijrah?. Secara historis pada masa itu hijrah menetukan kelanjutan iman seorang muslim. Jadi jika niat berhijrah mestilah karena Allah dan Rasulnya, bukan untuk mendapatkan harta, wanita atau bahkan kelimpahan saat mencapai kemenangan. Semua kelimpahan pada masa yang akan datang adalah efek dari niat tulus kita untuk berhijrah, mengubah diri menjadi lebih baik, lebih soleh, lebih sukses dan kemakmuran lainnya.

    Semua Berawal dari Niat, Niatpun Tak Hanya di Awal Saja
    Sesungguhnya semua amalan itu terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang diniatkan. (HR. Bukhori)
    Pernahkah anda mendengar celoteh “kamu ini gak niat”, itu adalah ungkapan kejengkelan seseorang saat melihat bawahan, teman atau rekan yang kurang tampak niat mengerjakan sesuatu, berarti ia sedang mengerjakan suatu pekerjaan, bukan sebelum mengerjakan. Niat memang akan tampak sungguh-sungguh atau tidak, saat seseorang sedang melakukan pekerjaannya. Contoh gampangnya saja, saat kita sholat, saat niat awal yang diikuti takbirotul ikrom kita khusuk, namun boleh jadi setalah selesai niat, pikiran kita glambyar kemana-mana, itu karena niat kita hanya diawal saja, maka kembalilah kepada niat semua, jagalah jangan kita taruh, sehingga kekhusukan akan begitu terasa. Niat itu adalah sebuah esensi penting yang harus kita bawa kemana-mana untuk mencapai tujuan akhir, niat juga sebuah visi yang akan membawa kita kemana kita melangkah, walaupun terkadang kita melupakannya karena menemukan sesuatu yang baru. Jadi awali semua dengan niat, kemudian jagalah, agar melakukan sesuatu itu penuh khusuk (dalam urusan ritual) dan penuh serius dalam urusan mu’amalah sehingga memperoleh khusnul khotimah (akhir yang baik/sukses).

    Managemen Niat
    Niat baik akan membawa kepada kemanfaatan, niat jahat akan dapat menyeret kepada kemudharatan. Semua akan membawa efek masing-masing, maka ketulusan niat baik sangat berdampak kepada istiqomahnya amalan kita. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah managemen niat, ini bukan bermakna monopoli niat, tapi lebih kearah esensinya, agar menemukan keistiqomahan keridhoan Allah. Karena Allah maha tahu setiap gerakan kita, pun juga gerik hati kita, sedang berubah-ubah, istoqomah atau condong kepada keburukan. Allah sangat tahu apakah kita tulus atau bercampur dengan riya’, maka krentek hati kita akan menjadi pemicu gerak dan langkah kita, boleh jadi niat kita ingin mengubah, namun justru malah terpengaruh dengan fakta yang cenderung mundur, itu karena managemen niat kita yang lemah. Mari kita renungi peringatan Allah berikut ini :
    Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari negerinya (untuk berjihad di jalan Allah) dengan berlagak sombong dan menunjuk-nunjuk (riya’) kepada orang ramai. [al-Anfal 8:47]
    Setiap manusia yang sedang berniat baik, iblis tidak pernah terima, berbagai cara ia lakukan untuk mengurungkan niat kita. Perangkap yang bernama riya’ disiapkan untuk merusak niat baik kita, maka waspadalah. Setiap kebaikan murni akan terasa baik pula oleh nurani kita dan nurani manusia yang melihatnya, apalagi Allah yang maha tahu. Maka untuk memanagemen niat perlu kita lakukan agar tidak menemukan kesia-siaan. Ada tiga hal yang dapat merusak niat :
    1.       Riya’, sebuah sifat perusak niat baik, yang menyimpan kepentingan “agar kita dinilai baik, hebat dan kuat. Ini bisa dirasakan atau bahkan kita tutupi dengan pembenaran-pembenaran sikap kita.
    2.       Takabur, sebuah sikap yang menjadikan kita lupa diri dan lupa dengan niat baik semula, niat kita akan berantakan manakala dihinggapi oleh sikap sombong, karena takabur akan melenakan kita, karena selalu merasa besar dan tidak rendah hati, sehingga bisa jadi menutup rapat-rapat niat baik yang sudah kita susun rapi.
    3.       Putus asa, tak ada harapan lagi, ini yang dirasakan saat kita putus asa, ikhtiar kita serasa mentok, tak ada lagi peluang. Sehingga niat awal kita menjadi seolah tak terkejar.
    Jauhilah tiga sikap tersebut di atas, jika anda ingin niat anda terjaga sampai pada proes pencapaiannya dan mendapatkan ridho Allah SWT.
    Adapun penyembuhnya juga ada 3 yakni :
    1.       Ikhlash, kunci diterimanya sebuah amal adalah ikhlash, niatkan semua amal kita dengan ikhlash pasti tidak akan sia-sia. Hanya dengan mengikhlaskan niat dan menjalankan niat dengan ikhlash kita akan menjadi lapang saat niat kita belum tercapai dan akan segar kembali manakala menemukan kebuntuan. Karena demikian pula perintah Allah dalam menjalankan ibadah, sebagaimana firmanNya :
    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.(QS Bayyinah :  5)
    2.       Sungguh-sungguh, niat yang sungguh sungguh, bermakna actioannya juga sungguh-sungguh. Kalau hanya di awal saja, akan membawa kesia-siaan tenaga dan waktu kita. Maka marilah kita jaga kesungguhan niat kita, niscahya akan bereffek kapada kekhusukan/konsentrasi ibadah kita, baik dalam konsep ritual maupun actual.
    3.       Sabar, banyak yang beranggapan bahwa sabar iru bersifat defensif (bertahan), padahal nilai sabar itu adalah bergerak menjunjung niat baik yang telah kita tanam. Namun dalam situasi tertentu sabar dalam interprestasi bertahan sangat perlu, sekedar untuk refresh agar kita tidak mundur dan stress. Ya dengan sabar stress akan pergi dengan sabar kita akan dapat menjaga niat kita. Sabarlah saat mengamalkan niat kita niscahya akan menemukan pencapaian maksimal. Kalaupun niat baik anda yang ikhlash ternyata dipersepsikan buruk oleh orang lain, maka itu adalah ujian, karena ketidaknyambungan misi dan niat yang kita bawa. Sebagaimana surat Al Kautsar : 3, “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”.
    Managemen niat, bermakna managemen perasaan, agar kita tidak mudah putus asa dengan niat. Jagalah niat kita dengan ikhlahs dan sungguh-sungguh mengamalkannya, niscahya akan menemukan ketenangan dan kekhusukan dalam menjalankan perintah Allah serta meraih ridhoNya.
    Asbabun nuzul

     

    We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © RAHMATAN LIL ALAMIN 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Templateism