Ad (728x90)

Minggu, 07 Oktober 2012

Filled Under:

Mudahnya Menyalahkan, Sulitnya Mengakui Kesalahan

Ide Segar


Oleh : Rofiq Abidin
Setiap kita pasti pernah “disalahkan”, pun juga barangkali sering “menyalahkan”. Kira-kira lebih gampang mana?. Saya tidak mengajak anda untuk diam terhadap kemungkaran, namun juga bukan berarti mendiamkan kesalahan diri sendiri. Semua butuh seimbang, semua butuh evaluasi dan semua butuh dimengerti. Saat menjadi penonton, kita sangat sangat gambang meng-goblok-goblokkan pemain, walaupun kita belum tentu bisa melakukannya. Begitupun saat kita menilai seseorang, kita mudah menjustifikasi seseorang, tanpa mengerti dan menganalisanya dengan benar. Memang menyalahkan orang lain tidak ada ruginya, apalagi menggunjing, sepeserpun kita tidak rugi secara finansial. Padahal jika anda tahu, semakin kita menjustifikasi orang, tanpa ada action dari kita, rasanya tidak adil pada diri sendiri. Kita menuntut orang lain berubah, tapi kita sendiri tidak ada mengubah sikap kita. Biasanya seseorang itu gak mau disalahkan, walaupun memang salah, faktornya bernama gengsi dan egois, maka musuh kita ini hanya bisa ditakhukkan dengan “ikhlash”, karena dengan sikap ikhlash pasti kita akan berani mengevaluasi dan evaluasi diri inilah yang menjadi poros perubahan diri. Namun untuk menyalahkan orang, itu seakan lepas tanpa beban, padahal dengan menyalahkan orang lain ini, niat kita untuk meluruskan menjadi muspro, karena terbakar oleh “kepuasan menyalahkan”. Mari kita hayati peringatan Allah berikut ini :

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (QS. 28. Al Qashash 55).
Ayat di atas adalah merupakan cara mengelola hati dan sikap kita saat mendengar “ghibah” yang biasanya condong kepada “suudzon” (prasangka negatif). Begitu hebatnya Al Qur’an sampai-sampai menjelaskan perihal sekecil ini. Jadi jika ada orang yang suka ghibah, maka berpalinglah dengan cara yang bijak. Jika kita ingin memiliki niat baik, maka ingatkanlah dengan cara yang baik, karena itu bagian dari kegiatan dakwah. Dengan konsep dakwah yang baik dan benar, maka niat kita akan lurus “yakni mengingatkan orang yang sedang dalam kesalahan”, bukan terus menerus menjustifikasi kesalahan tanpa ada action untuk diri kita, baik perubahan diri maupun menasehati/mengingatkan. Alangkah baiknya jika kita mau menilai orang lain maka evaluasilah diri kita sebelumnya, sehingga niat kita lurus. Begitupun jika kita disalahkan orang lain, segeralah evaluasi diri dengan ikhlash, jika memang salah maka segera mengubah dan jika benar maka tetaplah bersabar. Semoga hati dan lidah kita terjaga oleh iman kita, pun juga langkah kita dibimbing oleh Allah. Sehingga niat lurus dan baik kita menjadi poros perubahan lebih baik untuk diri kita.







Rofiq Abidin

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

 

We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © RAHMATAN LIL ALAMIN 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Templateism