Ad (728x90)

Senin, 07 Februari 2011

Filled Under:

BERQURBAN



Bukan Sekedar Daging dan Darah
oleh : Rofiq Abidin

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Hajj : 37)


Pensyariatan qurban merupakan manifestasi syukur kepada Allah atas segala nikmat yang dikaruniakanNya kepada kita. Secara simbolik qurban merupakan penyembelihan hewan qurban (kambing, unta, sapi/kerbau) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tradisi mempersebahkan persembahan kepada Tuhan telah dikenal sejak lama, baik berupa hewan sampai kepada manusia ataupun yang lainnya. Sebut saja kisahnya Abdul Muntalib bin Hisyam, kakek Rasulullah SAW pernah bernadzar jika dikaruniai sepuluh anak laki-laki maka akan menyembelih salah satu putranya disisi ka’bah sebagai qurban. Ketika putranya telah genap sepuluh dan menginjak akil baligh, maka jatuhlah undian kepada Abdullah, ayah Rasulullah. Saat Abdul Munthalib hendak menunaikan nadzarnya kaum Quraish berusaha melarangnya agar tidak diikuti generasi selanjutnya, maka Abdul Munthalib menggantinya dengan 100 unta. Pensyariatan qurban  yang telah dicontohkan oleh nabi Ibrahim AS yang selanjutnya diikuti oleh Muhammad SAW dan ummatnya memiliki esensi yang berbeda, karena persembahan hewan yang telah disembelih tidak dibiarkan begitu saja, tapi diberikan kepada mustahik (yang berhak menerima) sehingga qurban disini menyiratkan makna sosial yang berefek langsung kepada kehidupan masyarakat. Disamping itu makna secara spiritual adalah suatu kepasrahan dan kataatan yang mendalam kepada perintah Allah SWT.

Spirit Qurban
Kesadaran berqurban merupakan gerakan taqorub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan menyisihkan sebagian rezekinya untuk diqurbankan. Semangat untuk mencapai keralaan (keridhoan) Allah menjadi pendorong utama seseorang dalam menunaikan syariat qurban. Melakukan qurban (dalam arti yang lebih luas) semestinya tidak hanya pada saat Idul Adha. Melainkan di setiap saat kita harus dapat mengurbankan apa yang kita miliki sebagai upaya taqarrub kita kepada Allah. Ada tiga makna yang dapat menyiratkan spirit qurban bagi kelangsungan hidup kita :

  1. Spiritual-transendental
Pemaknaan spiritual-transendental bersifat vertikal, sebagaimana maknanya secara bahasa qaruba, Akar kata ini membentuk kata: qurb (dekat), taqarrub (mendekatkan diri) aqriba’ (kerabat). Menurut para pakar bahasa Arab, qurban bermakna suatu sarana untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Nabiyullah Ibrahim AS sosok tauladan dalam berqurban, coba kita renungkan saat beliau berserah diri atas perintah Allah untuk menyembelih anaknya, ketaatannya begitu kuat, namun tetap bijaksana mengajak anaknya untuk bermusyawarah atas perintah Allah ini, tatkala telah sama-sama berserah diri maka Ibrahim sang Kholilullah membuktikan kecintaan dan ketaatannya kepada Allah diatas yang lainnya. Allah mengabadikan kisahnya dalam firmanNya :

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).  Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Ash Shaaffaat : 103-105)

Inilah spirit setiap pequrban, bahwa kita berqurban adalah merupakan pembuktian kecintaan dan ketaatan kepada Allah sehingga kita merasakan betapa Allah telah dekat dan Allahpun akan mendekat membimbing iman dan taqwa kita selanjutnya.

  1. Sosial humanis
Pemaknaan sosial humanis dapat kita lihat dalam prinsip pendistribusian daging qurban kepada mereka yang berhak menerima (mustahik). Namun ini akan bermakna manakala diserta dengan refleksi ketaqwaaan kepada Allah. Artinya melakukan qurban dalam bingkai niat karena Allah sehingga dapat menumbuhkan solidaritas sosial kepada masyarakat yang membutuhkan dan mengentaskan mereka kepada taraf hidup yang lebih baik. Inilah bedanya dengan tradisi-tradisi terdahulu, persembahan mereka kepada Tuhan tidak adanya fungsi secara horisontal. Namun qurban memiliki fungsi secara horisontal, sehingga makna sosial humanisnya lebih terasa bagi pequrban maupun yang berhak menerimanya. Namun refleksi komitmen sosial tidak hanya dalam urusan ”pendistribusian saja” tapi meliputi apa saja yang menjadi rintangan dalam amar ma'ruf nahi munkar yang berdemensi sosial sehingga qurban tidak hanya dalam nuansa ibadah mahdah, namun juga dalam naunsa sosial. Ini sejalan dengan pemahaman Imam Al-Ghazali daIam karya monumentalnya Ihya' Ulumuddin bahwa makna luhur ibadah qurban menurutnya adalah terdistribusikannya nilai-nilai humanis (kemanusiaan) secara universal bukan sekedar distribusi daging.

  1. Psikologi humanis
Ibadah qurban melambangkan bahwasanyya sifat hewani yang melekat pada diri manusia, seperti kejam, serakah, dan egois, yang perlu dibuang dengan tebusan penyembelihan hewan sebagai upaya pemenuhan panggilan dan perintah Allah. Sehingga darah yang mengalir dari hewan qurban, hendaknya dapat membuat kita insyaf, bahwa hewan saja rela berkorban demi menuruti kemauan manusia karena kekuasaannya. Maka sewajarnyalah jika manusia semestinya mau berkorban di jalan Allah, yang kekuasaan-Nya jelas lebih besar dibandirig kekuasaan manusia.

Ketakwaanlah Kuncinya
Jelaslah bahwa pensyariatan qurban bukan hanya sekedar ”penyembelihan hewan qurban (mengalirkan darahnya) dan pendistribusian saja” namun mengandung sebuah nilai yang sangat tinggi, yakni tiga spirit yang saya sebutkan di atas, taqarrub kepada Allah, menumbuhkan nilai solidaritas sosial dan membuang sifat-sifat hewani yang melekat pada kita akan mengantarkan kepada sebuah jalur qurban yang benar yakni dilandasi oleh ”ketaqwaan” yang tinggi kepada Allah, karena itulah yang dapat mengantarkan keridhoan Allah SWT. Dengan taqwa seseorang akan mulya disisi Allah, dan dengan taqwa seseong akan mendapat kemulyaan dihadapan manusia. Maka bagi siapa yang memiliki kesempatan berqurban bersyukurlah, segera tunaikan. Sebagaima sabda Rasulullah SAW berukut ini :

"Dari Abi Hurairah radliyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Barang siapa memiliki kelapangan (kemampuan) kemudian tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat led kami." (HR. Alunad, Ibnu Majah, Ad-Daruqutni, AI-Hakim, sanadnya hasan, lihat Ahkamul Iedain hal. 26).

Oleh karena itu setiap kita yang memiliki kesempatan, marilah berqurban. Niatkan dengan lurus karena Allah kita pasti akan mandapatkan manfaat yang besar baik secara vertikal (kedekatan kepada Allah), horisontal (menolong sesama yang berhak menerima) dan secara psikologis dapat membunuh sifat-sifat hewani kita yang egois. Dengan demikian pemaknaan qurban dalam konteks kekinian perlu kita refleksikan dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga akan terasa lebih relevan dan applicable bilamana tertuju dalam tormat yang sesuai dengan kebutuhan riil sebagai bentuk rasa kemanusiaan dan kebersamaan kita.


Rofiq Abidin

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

 

We are featured contributor on entrepreneurship for many trusted business sites:

  • Copyright © RAHMATAN LIL ALAMIN 2015
    Distributed By My Blogger Themes | Designed By Templateism